Truth Daily Enlightenment show

Truth Daily Enlightenment

Summary: Renungan harian berisi intisari pengajaran aplikatif yang disampaikan oleh Pdt. Dr. Erastus Sabdono, dengan tujuan melengkapi bangunan berpikir kita mengenai Tuhan, kerajaan-Nya, kehendak-Nya dan tuntunan-Nya untuk hidup kita. A daily devotional containing a brief teaching along with the applications, read by Dr. Erastus Sabdono. The messages will equip you and bring you to better understand God, His kingdom, His will, and His guidance in our lives.

Join Now to Subscribe to this Podcast

Podcasts:

 Roh Yang Bersaksi | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Paulus menulis dalam Roma 8:15-16: Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa!”. Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. Siapa atau apa yang dimaksud dengan roh di dalam ayat ini? Pada umumnya orang memahami kata roh di sini adalah Roh Kudus. Hal ini didasarkan pada penulisan kata Roh menggunakan huruf R besar dalam Alkitab Bahasa Indonesia. Ini adalah pandangan yang bisa tidak tepat. Dalam teks aslinya sebenarnya huruf kecil. Roh di sini sebenarnya menunjuk roh dalam artinya gairah, spirit atau hasrat hasil dari perjalanan dipimpin oleh Roh Kudus. Roh ini tidak pernah ada di dalam kehidupan orang yang tidak mengalami pimpinan Roh Kudus, sebab orang yang tidak mengalami pimpinan Roh Kudus tidak pernah memiliki cara berpikir (phroneo) Kristus, yang adalah juga cara berpikir Yesus sendiri. Untuk menjawab siapa atau apa yang dimaksud dengan roh di dalam ayat ini, kita harus memahami pengertian kata “bersaksi” dalam ayat ini. Dalam teks aslinya adalah summartureo (συμμαρτυρέω), kata ini berarti to bear witness with (bersama menjadi saksi dengan). Kata summartureo juga berarti to confirm (memberi konfirmasi, memastikan, menegaskan, mempertegas dan membenarkan). Kata bersaksi di sini artinya memberi bukti, sebagaimana tugas seorang saksi di pengadilan membuktikan kebenaran suatu perkara. Roh yang dihasilkan dari perjalanan hidup dipimpin Roh Kudus menjadi saksi apakah seseorang layak memanggil Allah sebagai Bapa atau tidak. Orang yang hidup menurut roh tersebut layak memanggil Allah sebagai Bapa, sebaliknya orang yang masih ada di dalam roh perbudakan tidak layak memanggil Allah sebagai Bapa. Kata “roh perbudakan” (pneuma douleias) sebenarnya juga berarti the condition of a slave (kondisi atau situasi hidup dalam perbudakan). Selama orang masih memiliki kondisi atau dalam situasi hidup dalam perbudakan, panggilannya kepada Allah (Theos) sebagai Bapa belumlah ideal atau belumlah sah menjadi anak Allah. Roh tersebut menjadi saksi dalam batin setiap individu bahwa dirinya sudah menjadi anak Allah. Jika tidak demikian, maka dirinya tidak memiliki saksi sebagai bukti bahwa dirinya layak disebut anak Allah. Jadi, orang percaya harus berjuang untuk keluar dari hasrat atau gairah perbudakan (hidup dalam daging dan dalam percintaan dunia). Roh Kudus menuntun orang percaya untuk menghalau roh perbudakan yang diwarisi dari nenek moyang dan lingkungan dengan mengajarkan atau menumbuhkan roh yang baru dalam kehidupan orang percaya. Jika roh itu dilahirkan atau dihasilkan dan orang percaya hidup menurut roh tersebut, maka roh itu menjadi saksi bahwa orang percaya tersebut layak memanggil Allah sebagai Bapa atau layak disebut sebagai anak-anak Allah. Jadi roh itu menjadi evaluasi dan mendatangkan penilaian jujur yang menyatakan bahwa dirinya adalah anak Allah. Roh itu memberi konfirmasi artinya dengan adanya roh itu dalam kehidupan kita maka dipastikan, ditegaskan, dibenarkan bahwa kita adalah anak-anak Allah. Terkait hal ini, hendaknya tidak mudah bagi seseorang untuk mengaku diri sebagai anak Allah hanya karena merasa sudah percaya kepada Tuhan Yesus dan gereja sudah menyatakan bahwa dirinya adalah anak Allah. Selama ini dengan sembarangan gereja mengesahkan semua orang yang masuk ke dalam gereja sebagai orang-orang yang sudah menjadi anak-anak Allah, dan mereka boleh meyakini diri mereka pasti masuk surga. Padahal mereka belum sungguh-sungguh berkeadaan sebagai anak Allah yang hidup menurut roh. Ini menjadi penyesatan yang memarkir jemaat di dunia, yang akhirnya tergiring ke dalam api kekal. Mereka tidak memiliki perjuangan untuk hidup dalam pimpinan Roh Kudus untuk memiliki roh yang memuat gairah, spirit dan hasrat-Nya. Oleh sebab itu, kita harus mengoreksi diri dengan jujur: Apakah gairah di dalam diri kita adalah gairah duniawi yang sama...

 Roh Perbudakan | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Dalam Roma 8:15 Paulus mengatakan: Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa!” Roh perbudakan dalam teks aslinya adalah pneuma douleias (πνεῦμα δουλείας). Roh perbudakan menunjuk gairah, spirit atau hasrat duniawi yang bertentangan dengan kehendak Allah. Roh perbudakan ini menguasai orang-orang yang tidak hidup menurut roh. Sejak kanak-kanak seorang anak manusia hidup dalam asuhan orang tua yang pada umumnya tidak mengenal kebenaran. Orang tua mengajarkan berbagai filosofi yang tidak sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. Ditambah lagi dengan lingkungan pendidikan, pergaulan dan berbagai masukan lainnya, seorang anak manusia dipenuhi oleh filosofi yang berasal dari dunia ini. Biasanya filosofinya adalah materialisme, yaitu filosofi yang mengatakan bahwa nilai tertinggi kehidupan adalah materi, di dalamnya terdapat harta atau uang. Padahal cinta uang adalah akar segala kejahatan. Hal ini membuat seseorang jatuh dalam berbagai belenggu atau ikatan keinginan-keinginan. Hidupnya pasti dikontrol atau dikendalikan oleh dunia ini. Kontrol atau kendali tersebut dengan menggunakan barang-barang dunia dan kehormatan serta perasaan bahagia yang difasilitasi oleh kedua faktor tersebut. Inilah orang-orang yang menurut surat Yohanes sebagai orang-orang yang hidup dalam keinginan daging, keinginan mata serta keangkuhan hidup. Orang-orang diperbudak oleh keinginan-keinginan tersebut. Orang-orang seperti ini ada di dalam roh perbudakan. Kita harus memahami bahwa roh perbudakan ini sebenarnya hendak menunjuk kebalikan atau lawan dari roh Kristus (pneuma kristou; πνεῦμα Χριστοῦ). Dalam teks bahasa Yunani kata roh Kristus, tidak menggunakan huruf besar, sebab memang sebenarnya dalam bahasa Yunani selain huruf pertama dalam kalimat, semuanya huruf kecil. Jadi belum tentu salah kalau roh Kristus, huruf r nya ditulis dalam huruf kecil, sebab roh Kristus (dalam teks dan konteks ini) bisa menunjuk kepada gairah yang ada di dalam diri Tuhan Yesus, bukan menunjuk kepada Pribadi Tuhan Yesus. Ini disebut sebagai gairah anak Allah, artinya setiap orang percaya seharusnya memiliki gairah ini dalam kehidupan mereka. Jika tidak berarti mereka bukan anak Allah. Dalam hal ini “anak Allah” bukan sekedar sebutan, tetapi merupakan keberadaan. Roh yang memuat gairah, spirit atau hasrat seperti yang ada pada Yesus ketika mengenakan tubuh daging seperti kita, tidak dapat diperoleh secara mudah apalagi otomatis. Harus diperjuangkan, yaitu melalui hidup dalam pimpinan Roh Kudus. Roh Kudus menuntun orang percaya kepada seluruh kebenaran melalui logos (konsep-konsep yang diterima melalui pengajaran) dan rhema yang diterima melalui segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ini. Logos dan rhema membangun cara berpikir, dan cara berpikir membangun roh dalam arti gairah, spirit dan hasrat. Hidup dalam pimpinan Roh Kudus menghasilkan atau melahirkan roh tersebut. Selanjutnya setelah menemukan roh tersebut, orang percaya harus hidup menurut roh tersebut. Orang-orang Kristen yang ada dalam roh perbudakan, tidak hidup menurut roh. Ini sama artinya tidak hidup dalam hasrat atau gairah Kristus, gairah yang dikenakan oleh Yesus ketika mengenakan tubuh daging seperti kita. Orang-orang yang tidak memiliki roh Kristus adalah orang-orang yang ada di dalam perbudakan, artinya dikuasai oleh hasrat atau gairah yang bertentangan dengan hasrat atau gairah Kristus. Orang-orang ini tidak pernah hidup dalam pimpinan Roh Kudus secara benar. Tentu saja mereka tidak hidup dalam kehendak Allah. Mereka hidup dalam kehendak diri sendiri atau kehendak yang tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Keadaan ini adalah keadaan “diperbudak” atau hidup dalam perbudakan. Orang-orang yang ada dalam perbudakan ini adalah orang-orang yang tidak layak memanggil Allah sebagai Bapa. Mereka adalah anak-anak dunia,

 Hukum Roh Kehidupan | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Seperti yang pernah dijelaskan bahwa sebenarnya kalimat “Roh yang memberi hidup” dalam Roma 8:2 terjemahan dari nomos tou pneumatos tes zoes en Kristo Iesou (νόμος τοῦ πνεύματος τῆς ζωῆς ἐν Χριστῷ Ἰησοῦ).  Kalimat ini sukar dipahami maksudnya sebab sukar menerjemahkannya, tetapi kalimat ini bisa berarti “hukum roh kehidupan di dalam Kristus Yesus”. Dari kalimat ini dikemukakan adanya hukum roh kehidupan. Kata kehidupan dalam teks aslinya adalah zoe (ζωή), yang selain berarti hidup atau kehidupan juga berarti the state of one who is possessed of vitality or is animate (keadaan seseorang yang memiliki vitalitas atau menghidupkan atau menggerakkan atau menggelorakan). Hukum roh kehidupan menunjukkan adanya tatanan dalam “masalah roh atau kodrat hidup seseorang”. Hukum ini berkenaan dengan adanya roh dalam arti hasrat atau gairah yang menghidupkan atau memberi perubahan dalam kodrat hidup manusia. Untuk mengalami sebuah perubahan dari manusia yang berkodrat dosa menjadi berkodrat Ilahi ada mekanismenya dalam tatanan atau hukum yang ketat. Tidak bisa terjadi atau berlangsung dengan sembarangan. Dalam hal ini, nampak betapa Allah adalah Pribadi yang tertib dengan tatanan yang cerdas. Dia, bukan Allah tanpa tatanan dan hukum, sehingga bertindak sembarangan. Di sepanjang zaman, kapanpun dan di mana pun nampak keagungan dan elegan tatanan-Nya tersebut. Tatanan Tuhan dapat mengikuti perkembangan zaman. Hanya Allah seperti ini yang ada di Alkitab. Tatanan Allah pasti sangat logis dan realistis, tidak bersifat mistik yang tidak masuk akal. Seseorang tidak dapat mengalami pembaharuan dalam roh atau perubahan kodrat tanpa anugerah dalam Yesus Kristus serta melalui pergumulan seperti yang dialami oleh Paulus (Rm. 7-8). Ada hukum atau tatanan yang mengatur sehingga bisa terjadinya pembaharuan roh. Pembaharuan roh tidak dapat terjadi atau berlangsung secara otomatis. Paulus sendiri harus mengupayakan untuk menundukkan pikirannya dengan sungguh-sungguh kepada hukum kesucian Allah sekalipun tubuhnya masih ada dalam kodrat dosa. Kesediaan untuk menundukkan dirinya kepada hukum kesucian Allah secara terus menerus oleh pimpinan Roh Kudus menghasilkan perubahan dari kodrat dosa menjadi kodrat Ilahi. Terkait dengan hal ini, Paulus berbicara mengenai pembaharuan roh di dalam Efesus 4:22-24 sebagai berikut: yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. Pembaharuan  roh sama artinya dengan perubahan dari kodrat dosa ke kodrat Ilahi. Perubahan ini tidak dapat terjadi secara mistis, spektakuler atau seperti sebuah mukjizat, tetapi sebuah proses panjang. Inilah tatanan atau hukum yang ditetapkan Tuhan, yang disebut hukum roh kehidupan. Hukum roh kehidupan adalah hukum atau tatanan di mana seseorang yang mau mengalami pembaharuan roh harus mengalami proses yang dipimpin oleh Roh Kudus. Orang percaya yang memberi diri dipimpin oleh Roh Kudus dapat memperoleh roh dalam arti hasrat atau gairah seperti yang ada pada Roh Kudus atau yang juga ada dalam diri Tuhan Yesus. Kalau seseorang hidup menurut roh itu, maka ia memiliki gairah atau hasrat seperti Roh Kudus atau seperti Tuhan Yesus. Roh itu akan menjadi satu dalam diri orang percaya, menjadi miliknya secara permanen sampai kekekalan, tidak pernah lepas dari kehidupannya. Dari hal ini, seseorang dapat mengenakan kodrat Ilahi secara permanen. Orang percaya seperti ini disebut dalam Roma 8:9 sebagai memiliki roh Kristus. Roh Kristus dalam konteks ini bukan roh-Nya Tuhan Yesus, tetapi gairah atau hasrat yang juga ada pada diri Tuhan Yesus. Orang yang menurut roh, sehingga memiliki roh Kristus, dapat melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya seperti Yesus.

 Menang Atas Kodrat Dosa | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Dari kesaksian Paulus yang tertulis di dalam Roma 7:22-26 tersebut dapatlah diperoleh pelajaran rohani yang sangat berharga: Walaupun seseorang mengaku dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, tetapi Allah masih membiarkan ada kodrat dosa di dalam tubuhnya. Kodrat dosa orang percaya tidak otomatis lenyap pada waktu ia menyatakan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Dengan kenyataan ini, orang percaya harus berjuang untuk dapat mematikan kodrat dosanya. Proses ini dalam Roma 8:2 disebut sebagai hukum roh kehidupan.  Inilah perlombaan yang diwajibkan bagi kita (Ibr. 12:1-2). Orang percaya harus memenangkan perlombaan tersebut. Tuhan Yesus tidak menggantikan orang percaya untuk meraihkan kemenangan secara gratis. Tuhan Yesus dalam pengorbanan-Nya mencapai kemenangan bagi  diri-Nya, dan dari kemenangan tersebut Ia dapat memberikan fasilitas keselamatan kepada orang percaya untuk dapat menang. Menang di sini artinya berhasil mengenakan kodrat Ilahi. Kemenangan ini bukanlah kemenangan gratis yang kita peroleh dari Tuhan, tetapi hasil dari perjuangan orang percaya untuk hidup menurut pimpinan Roh. Kemenangan dalam hidup orang percaya dapat terjadi, jika orang percaya menundukkan pikirannya kepada kehendak Allah. Itulah sebabnya dalam Roma 12:2, Paulus menasihati orang percaya untuk selalu melakukan pembaharuan pikiran. Melakukan pembaharuan pikiran dengan kebenaran Firman Tuhan adalah cara untuk menundukkan pikiran bagi Allah. Terkait dengan hal ini dalam 2 Korintus 10:4 Paulus menyatakan: karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng. Kuasa yang dimaksud adalah kebenaran Firman, sedangkan benteng-benteng adalah pikiran yang bukan berasal dari Allah. Sesungguhnya peperangan berlangsung dalam pikiran. Kalau perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan adalah perjalanan menempuh jarak, tetapi perjalanan hidup orang percaya adalah perjalanan mengubah manusia batiniahnya. Perubahan manusia batiniah dimulai dari pikirannya. Dalam 1 Korintus 10:1-13, Paulus mengingatkan bahwa kegagalan sebagian besar bangsa Israel mencapai tanah Kanaan menjadi contoh dan peringatan bagi kita. Ini berarti sebagaimana sebagian besar bangsa Israel gagal mencapai tanah Perjanjian, maka bukan tidak mungkin pula orang-orang Kristen gagal mengubah manusia batiniahnya, sehingga sampai mati belum hidup menurut roh. Kemenangan orang percaya diawali dari usahanya untuk terus menerus memperbaharui pikiran dengan kebenaran Firman Tuhan. Tuhan Yesus pun menyatakan kalau seseorang tetap di dalam Firman, artinya tekun belajar kebenaran Firman, maka ia dapat menjadi murid artinya bisa diubah oleh Tuhan. Selanjutnya, ia akan mengenal kebenaran dan kebenaran itulah yang memerdekakan (Yoh. 8:31-32). Ini adalah sebuah perjuangan. Orang percaya dipanggil untuk berjuang menaklukkan dirinya kepada Tuhan. Paulus bersyukur kepada Tuhan Yesus, sebab oleh fasilitas keselamatan yang disediakan ia mampu mencapai kesucian Allah dengan menaklukkan diri kepada Tuhan guna melakukan kehendak Bapa. Itulah yang dimaksud dengan kemenangan yang sejati. Paulus dengan sungguh-sungguh menundukkan diri kepada hukum Allah di mana pikirannya (akal budinya) melayani hukum Allah, walaupun dalam kenyataannya ia masih mengenakan tubuh yang berkodrat dosa. Perjuangan yang dilakukan semata-mata karena ia mengasihi Tuhan. Kalau kodrat dosa dengan mudah secara otomatis dicabut oleh Tuhan, maka orang percaya tidak dapat menunjukkan kesungguhannya untuk percaya kepada Tuhan Yesus. Kalau orang percaya tidak mematikan kodrat dosa di dalam dirinya, maka ia tidak dapat membuktikan percayanya kepada Tuhan. Percaya berarti menyerahkan diri kepada obyek yang dipercayai. Kalau seseorang sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan Yesus, maka dengan tindakan ia harus menyangkal diri untuk mengenakan kodrat Ilahi atau mengikut jejak Tuhan Yesus.

 Menaklukkan Diri Kepada Kesucian Allah | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Paulus mengatakan: Dengan akal budiku aku melayani hukum Allah. Kata “akal budi” dalam teks aslinya adalah nous (νους) yang sama artinya dengan pikiran. Adapun kata “melayani” dalam teks aslinya adalah douleuo (δουλεύω) yang artinya diperbudak atau dibelenggu atau diperhamba, hal ini sama dengan “menundukkan diri”. Kalau Paulus mengatakan bahwa dengan akal budinya ia melayani hukum Allah artinya bahwa Paulus menundukkan pikirannya pada kehendak Allah. Paulus melakukannya dengan sengaja dan sadar. Ini berarti Paulus harus menggerakkan dirinya sendiri untuk menundukkan pikirannya kepada kehendak Allah. Paulus berusaha menundukkan pikirannya kepada hukum kesucian Allah. Kemudian Paulus menyatakan: tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa. Tubuh insani dalam teks aslinya adalah sark (σαρξ) yang menunjukkan kepada daging yang memuat “kodrat dosa”, yang dalam teks aslinya adalah nomo hamartias (νομω αμαρτιας). Paulus jelas sekali menunjukkan bahwa ia masih memiliki kodrat dosa di dalam dirinya. Tetapi ini bukan berarti Paulus sengaja menundukkan diri kepada kehendak dosa atau kodrat dosa di dalam dirinya. Kalimat ini sangat penting untuk diperhatikan. Seharusnya dalam terjemahan tersebut tidak ada kalimat “melayani hukum dosa”, sehingga kalimat dalam Bahasa Indonesia mengesankan bahwa Paulus sengaja menundukkan diri kepada dosa atau melayani kodrat dosa. Dalam teks aslinya, Roma 7:26 tertulis:  ara oun autos ego to men noi douleuo nomo theou te de sarki nomo hamartias (Αρα οὖν αὐτὸς ἐγὼ τῷ μὲν νοῒ δουλεύω νόμῳ θεοῦ τῇ δὲ σαρκὶ νόμῳ ἁμαρτίας). Kalau kalimat Roma 7:26 dibagi dalam dua bagian, maka bagian pertama berbunyi: Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, dan kalimat berikutnya adalah: tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa. Kalimat pertama memuat kata douleuo, tetapi di kalimat kedua tidak terdapat kata douleuo. Memang kata douleuo bisa digunakan dalam dua kalimat tersebut, tetapi kita harus berhati-hati agar jangan menimbulkan kesan seakan-akan Paulus (sengaja) menundukkan diri kepada dosa untuk menuruti atau melayani kodrat dosa. Paulus menundukkan pikirannya kepada hukum kesucian Allah, tetapi tidak dikatakan bahwa Paulus sengaja menundukkan diri kepada hukum atau kodrat dosa di dalam dirinya. Ada kalimat penting di kalimat pertama yaitu ego to men (ἐγὼ τῷ μὲν), yang artinya “aku sendiri dengan sungguh-sungguh”. Supaya tidak salah mengerti yang dimaksud Paulus dalam Roma 7:26, maka mestinya ayat ini diterjemahkan: Aku sendiri dengan sungguh-sungguh menundukkan pikiranku kepada hukum kesucian Allah, sementara aku masih tinggal dalam tubuh yang ada dalam kodrat dosa. Kalimat ego to men, hanya ada di kalimat pertama, tetapi tidak ada pada kalimat kedua. Hal ini mengisyaratkan bahwa hal melayani hukum dosa, bukanlah tindakan yang sengaja dilakukan. Memang faktanya kadang-kadang masih terjadi tindakan yang menuruti kodrat dosa, tetapi tidak dengan sungguh-sungguh Paulus bermaksud menundukkan dirinya kepada dosa. Kalimat: … tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa. Jadi, sementara Paulus sungguh-sungguh bermaksud menundukkan dirinya kepada kehendak Allah, sementara itu ia masih ada dalam daging yang memiliki godaan untuk melawan kehendak Allah atau ia masih ada dalam kodrat dosa. Dalam logika sederhana saja sangat jelas, bahwa sangatlah tidak mungkin Paulus yang menasihati jemaat untuk hidup menurut roh, tetapi dirinya sendiri tunduk kepada hukum dosa. Dalam tulisannya ini Paulus dengan jujur mengakui bahwa di dalam tubuhnya masih ada kodrat dosa. Itulah sebabnya Paulus berseru “celaka aku”. Kata celaka dalam teks aslinya adalah talaiporos (ταλαίπωρος). Kata talaiporos, artinya aku harus bekerja keras. Adapun untuk kata celaka yang benar-benar mendatangkan “bencana atau kecelakaan” dalam bahasa Yunani menggunakan kata ouai (οὐαί). Jadi kata celaka di Roma 7:26 menunjukkan bahwa Paulus harus bekerja keras menaklukkan kodrat dosanya.

 Mengubah Kodrat | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Menjadi persoalan yang harus dipecahkan, benarkah Paulus hidup dalam dualisme, satu pihak menundukkan diri kepada hukum Allah, tetapi di pihak lain menundukkan diri kepada kodrat dosa? Tentu tidak. Hukum dosa di sini maksudnya adalah kodrat dosa, bukan sekadar pelanggaran terhadap hukum Taurat, tetapi segala sesuatu yang tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Kalau sebelum mengenal keselamatan dalam Yesus Kristus, Paulus hanya mengenal dosa sebagai pelanggaran terhadap hukum Taurat, tetapi setelah mengenal keselamatan dalam Yesus Kristus, di mana Paulus dimeteraikan oleh Roh Kudus yang memimpin kepada seluruh kebenaran, maka ia mulai mengenal kebenaran berdasarkan kesucian Allah. Memang dari pernyataan Paulus dalam Roma 7:26 tersebut, bisa muncul kesan bahwa Tuhan Yesus memperkenankan Paulus hidup dalam dualisme, sebab Paulus mengatakan kalimat di atas (Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa). Kalau dipahami demikian, seakan-akan Tuhan Yesus menyetujui Paulus hidup dalam dualisme tersebut. Seakan-akan Paulus diperkenankan oleh Tuhan Yesus untuk hidup dengan cara demikian. Pandangan atau pengertian ini bisa berarti menuduh Tuhan Yesus kompromi dengan dosa. Ini berarti sikap melecehkan Tuhan Yesus. Tentu bukan demikian maksudnya. Sebenarnya ucapan syukur Paulus kepada Tuhan Yesus bertalian dengan adanya kuasa atau fasilitas keselamatan yang diberikan oleh Tuhan Yesus untuk memenangkan pergumulan melawan kodrat dosa dalam dirinya, sebab keselamatan dalam Tuhan Yesus memberikan kemungkinan untuk hidup menurut roh. Fasilitas tersebut adalah pimpinan Roh Kudus, yang dapat membawa Paulus kepada kehidupan yang sesuai dengan kehendak Allah, atau mencapai standar kesucian Allah, dimana segala sesuatu yang dilakukan dapat selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Tuhan. Itulah sebabnya dengan yakin Paulus menyatakan bahwa kita harus memiliki pikiran dan perasaan Kristus. Tentu saja untuk dapat mencapai kesucian Allah, tidak terjadi secara otomatis atau dengan sendirinya, tetapi harus melalui sebuah perjuangan. Dalam hal ini hendaknya ucapan syukur kepada Tuhan Yesus tidak dipahami secara salah. Tidak sedikit orang Kristen yang berpikir, bahwa dengan korban Tuhan Yesus di kayu salib, maka walaupun seorang Kristen hidup dalam dosa (kalau Paulus masih melayani hukum dosa) tidak menjadi masalah, sebab Allah melihat darah Yesus yang melingkupi orang percaya. Seakan-akan Allah tidak mempersoalkan dosa yang masih dilakukan atau kodrat dosa yang masih menguasai hidup seseorang. Menurut mereka walaupun Paulus dengan tubuh insaninya melayani hukum dosa, karena ia seorang yang memiliki anugerah keselamatan oleh darah Yesus, maka hal itu tidak menjadi masalah sama sekali. Pandangan ini sangat menyesatkan. Sebelum mengenal keselamatan dalam Tuhan Yesus, Paulus tidak memahami bagaimana menundukkan pikirannya kepada hukum Allah dalam konteks orang percaya, yaitu hidup dalam pimpinan Roh untuk selalu bertindak sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Sebelum ia mengenal Tuhan Yesus ia melakukan hukum (Taurat) secara legalistik, yaitu melakukan hukum hanya sesuai dengan bunyinya saja. Bisa dimengerti, jika ia bisa menyatakan diri sebagai tidak bercacat. Tetapi setelah mengenal keselamatan dalam Yesus Kristus, ia memahami bagaimana hidup menurut roh untuk berkarakter seperti Tuhan sendiri, yang sama dengan mengenakan kodrat Ilahi atau mengambil bagian dalam kekudusan Allah. Sebelum mengenal keselamatan dalam Yesus Kristus, ia tidak mengenal mengenai kodrat dosa. Hal ini menunjukkan bahwa pergumulan Paulus dalam Roma 7:26 adalah mengubah hidup dari kodrat dosa kepada hidup dalam kodrat Ilahi.

 Pergumulan Setelah Mengenal Kebenaran | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Berbicara mengenai hidup menurut roh, tidak dapat dilepaskan dari pergumulan Paulus dalam menundukkan diri kepada hukum Allah yang ditulis dalam Roma 7. Dalam Roma 8:1, Paulus memulai tulisannya dengan kalimat: Demikianlah…, ini berarti sebelum lebih lanjut menggali kebenaran dalam Roma 8, kita harus memahami tulisan Paulus dalam Roma 7. Dari banyak ayat Alkitab yang sukar dipahami, Roma 7:26 adalah ayat Alkitab yang sangat sukar dipahami. Ayat ini menjadi jembatan masuk ke dalam Roma 8. Ini berarti ayat ini penting sekali untuk digali maksudnya. Dalam Roma 7:26 Paulus memberikan kesaksian: Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa. Pernyataan dari terjemahan Bahasa Indonesia memberi kesan yang sangat kuat seakan-akan Paulus memiliki hidup dalam dualisme, satu pihak dengan akal budinya Paulus melayani hukum Allah, tetapi di pihak lain dengan tubuh insaninya ia melayani hukum dosa. Dengan kesan tersebut, seakan-akan secara akal pikiran Paulus menyetujui hukum Allah atau hidup dalam kesucian Allah, tetapi di pihak lain Paulus menyetujui untuk hidup dalam dosa atau masih hidup dalam dosa karena menuruti keinginan dosa dalam dagingnya. Dalam hal ini, seakan-akan pula terlihat betapa buruknya kepribadian atau karakter Paulus. Karena kesan tersebut, maka ada teolog-teolog yang memiliki pandangan bahwa pergumulan Paulus dalam Roma 7:23-26 adalah pergumulan Paulus sebelum ia mengenal Tuhan Yesus, atau sebelum ia mengenal keselamatan dalam Yesus Kristus. Juga ada yang mengatakan bahwa kalimat tersebut merupakan kalimat tambahan yang tidak ada dalam naskah aslinya. Melalui penelitian, ternyata semua naskah asli memuat kalimat tersebut. Jadi, hal ini tidak boleh dibantah, karena memang Paulus menulis kalimat tersebut. Masalahnya adalah bagaimana memahami isi atau maksud tulisan Paulus tersebut? Adalah pandangan yang sangat keliru kalau mengatakan bahwa pernyataan Paulus tersebut menunjukkan pergumulannya sebelum mengenal Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Sebenarnya, pergumulan Paulus di sini adalah pergumulannya setelah mengenal keselamatan dalam Yesus Kristus. Sangat mudah untuk menunjukkan atau membuktikan bahwa hal tersebut adalah pergumulan Paulus sesudah mengenal keselamatan dalam Yesus Kristus. Hal ini ditunjukkan oleh Roma 7:25 yang mengatakan:  Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa. Dari pernyataan ini, jelas sekali bahwa hal ini adalah pergumulan setelah mengenal Yesus. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia tertulis bahwa Paulus “melayani hukum dosa”. Hal ini tidak mungkin dilakukan oleh Paulus, sebab Paulus dalam kesaksiannya menyatakan: bahwa sebelum mengenal Tuhan Yesus, ia seorang yang tidak bercacat dalam melakukan hukum Taurat (Flp. 3:6). Hal ini menunjukkan bahwa ia tidak pernah mengenal hidup dalam perhambaan kepada dosa atau melayani hukum dosa, justru yang dirasakan oleh Paulus adalah sebaliknya, sebelum mengenal Tuhan Yesus, yaitu ketika hidup dalam keberagamaan Yahudi ia merasa tidak bercacat. Tentu yang dipahami oleh Paulus mengenai dosa sebelum mengenal keselamatan dalam Yesus Kristus adalah pelanggaran terhadap hukum Taurat. Mengenai hal itu ia menyaksikan bahwa dirinya tidak bercacat, artinya ia bukan seorang pelanggar hukum Taurat. Sangatlah tidak mungkin ia memiliki pernyataan bahwa dirinya diperhamba oleh dosa atau menghambakan diri kepada dosa sebelum mengenal Tuhan Yesus, sebab sebelumnya ia merasa tidak bercacat. Jadi, jelas bahwa Roma 7 tersebut adalah pergumulan Paulus sesudah mengenal keselamatan dalam Yesus Kristus. Adapun Roma 7 adalah pergumulan Paulus ketika harus memilih hidup menurut daging atau menurut roh. Yang mana hal ini tidak pernah dialaminya sebelum mengenal keselamatan dalam Tuhan Yesus.

 Bukan Roh Kudus Sepihak | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Dalam Roma 8:2 tertulis: Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut. Dalam teks aslinya tertulis ho gar nomos tou pneumatos tes zoes en Kristo Iesou eleutherosen se apo tou nomou tes hamartias kai tou thanatou (ὁ γὰρ νόμος τοῦ πνεύματος τῆς ζωῆς ἐν Χριστῷ Ἰησοῦ ἠλευθέρωσέν σε ἀπὸ τοῦ νόμου τῆς ἁμαρτίας καὶ τοῦ θανάτου.) Ada dua kalimat dalam ayat ini, pertama ho gar nomos tou pneumatos tes zoes en Kristo Iesou yang terjemahannya adalah “sebab hukum roh kehidupan dalam Yesus Kristus”. Kalimat kedua adalah eleutherosen se apo tou nomou tes hamartias kai tou thanatou yang terjemahannya adalah “membebaskan kamu dari hukum dosa dan hukum maut”. Kalau digabung, Roma 8:2 berbunyi: sebab hukum dari roh kehidupan dalam Kristus Yesus, membebaskan kamu dari hukum dosa dan hukum maut. Jadi kalau Roma 8:1 digabung dengan Roma 8:2 ini mestinya berbunyi: Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus, mereka yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut roh, sebab hukum roh kehidupan dalam Kristus Yesus, membebaskan kamu dari hukum dosa dan hukum maut. Dalam terjemahan Bahasa Indonesia terjemahan baru Roma 8:1-2 tertulis: Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut. Sebenarnya terjemahan dalam Bahasa Indonesia ini kurang tepat. Kalau tidak digali dari teks aslinya, maka pengertian ayat 1 dan 2 dalam Alkitab Bahasa Indonesia terjemahan baru ini sukar dipahami, bahkan bisa meleset dari makna orisinalnya. Pembaca ayat tersebut berpotensi bisa sesat. Kesalahan atau kesesatan ini tidak bisa dipandang remeh sebab sangat mempengaruhi kualitas hidup Kekristenannya, bahkan bisa menyebabkan orang Kristen gagal memiliki keselamatan yang disediakan Tuhan di dalam anugerah-Nya. Pada umumnya banyak orang Kristen merasa sudah memiliki keselamatan karena menjadi Kristen. Padahal mereka tidak mengerti maksud keselamatan yang benar. Keselamatan adalah usaha Tuhan mengembalikan manusia ke rancangan Allah yang semula. Untuk menerima keselamatan seseorang harus memberi diri atau merespon penggarapan Allah tersebut. Tanpa respon yang memadai keselamatan tidak terwujud dalam kehidupan seseorang. Dalam Alkitab terjemahan Bahasa Indonesia Roma 8:2 tertulis: Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut. Hal ini mengesankan bahwa ada “Roh” yang melepaskan seseorang dari hukum dosa dan maut. Roh yang memberi hidup di sini pada umumnya dipahami sebagai Roh Kudus. Apalagi di dalam Bahasa Indonesia kata “roh” menggunakan huruf besar di permulaan katanya. Sebenarnya kalimat “Roh yang memberi hidup” dalam Roma 8:2 terjemahan dari nomos tou pneumatos tes zoes en Kristo Iesou (νόμος τοῦ πνεύματος τῆς ζωῆς ἐν Χριστῷ Ἰησοῦ).  Kalimat ini bisa berarti “hukum roh kehidupan di dalam Kristus Yesus”. Dari kalimat ini dikemukakan adanya hukum roh kehidupan. Karena kesalahan tersebut di atas, maka pada umumnya orang berpendirian bahwa Roh Kudus yang melepaskan seseorang dari hukum dosa dan maut. Pelepasan tersebut mereka pahami sebagai sesuatu yang bersifat mistik, spektakuler atau seperti sebuah mukjizat. Dengan demikian, mereka percaya bahwa di luar kesadaran manusia, Roh Kudus melepaskannya dari hukum dosa dan maut. Ini adalah konsep yang sangat keliru. Harus ditegaskan bahwa mereka yang tidak hidup dalam penghukuman adalah yang hidup menurut roh. Untuk hidup menurut roh seseorang harus dimerdekakan dari hukum dosa dan maut. Untuk dapat mengalami dimerdekakan dari hukum dosa dan maut seseorang harus menjalani proses hukum roh kehidupan. Jadi, kemerdekaan dari hukum dosa dan maut bukan karena tindakan Roh Kudus secara sepihak. Roh Kudus menuntun seseorang untuk mengalami proses hukum roh kehidupan. Dalam proses tersebut seseorang dapat memperoleh roh (dalam arti hasrat atau gairah) dan hidu...

 Pengertian Ada Di Dalam Kristus Yesus | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Dalam Roma 8:1 tertulis: Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Apa yang dimaksud dengan kalimat “di dalam Kristus Yesus”? Kalimat ini dalam teks aslinya adalah tois en Kristo Iesou (τοῖς ἐν Χριστῷ Ἰησοῦ). Kalimat ini berpotensi multi tafsir, artinya orang bisa menafsirkan sesuai dengan keinginannya sendiri. Faktanya, banyak orang Kristen berpikir bahwa ada di dalam Kristus Yesus berarti beragama Kristen. Inilah yang membuat banyak orang Kristen sudah merasa ada di dalam Kristus Yesus, sehingga mereka merasa sudah selamat, bebas dari hukuman atau kutuk dan berhak masuk surga. Untuk itu, perlu sekali memahami apa yang dimaksud dengan “di dalam Kristus Yesus”. Di dalam Kristus tentu tidak berarti hanya menjadi orang Kristen. “Ada di dalam Kristus Yesus” sama dengan apa yang tertulis dalam Injil Yohanes “ada di dalam Dia” yang artinya hidup di dalam persekutuan dengan Tuhan Yesus. Dalam 1 Yohanes 2:6 Firman Tuhan mengatakan: Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup. Yohanes mengatakan dengan sangat jelas bahwa orang yang ada di dalam Kristus Yesus, wajib hidup sama seperti Kristus, yang artinya memiliki perilaku seperti yang dikenakan oleh Tuhan Yesus. Hal ini sinkron dengan pengertian kata Kristen. Orang yang menyebut diri Kristen mestinya seperti Yesus atau berkarakter Kristus.  Sebutan Kristen pertama kali muncul di Antiokhia ditujukan kepada murid-murid yang belajar Injil yang diajarkan oleh Barnabas dan Paulus (Kis. 11:26). Mereka disebut Kristen (Yun. Kristianos; Χριστιανός) karena menjadi pengikut Kristus. Oleh karena perilaku kehidupan murid-murid tersebut seperti Tuhan Yesus dan memperjuangkan kepentingan-Nya, maka mereka disebut Kristen. Orang yang “ada di dalam Kristus Yesus” adalah orang yang hidup menurut roh sehingga segala sesuatu yang dilakukan selalu sesuai dengan kehendak Bapa atau selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Bapa. Ini adalah kehidupan Yesus ketika mengenakan tubuh daging seperti kita. Itulah sebabnya Ia bisa berkata: “Makanan-Ku adalah melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya”. Dengan demikian, orang yang masih hidup di dalam daging atau tidak hidup menurut roh belum bisa dikatakan sudah “ada di dalam Kristus Yesus”. Pada kenyataannya banyak orang Kristen yang masih hidup di dalam daging, berarti mereka belum berkeadaan dan belum berstatus sebagai “ada di dalam Kristus Yesus”. Ini berarti pula keselamatan belum terwujud secara utuh atau lengkap dalam hidup mereka. Harus diingat bahwa keselamatan adalah usaha Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan-Nya semula. Hanya orang yang hidup di dalam Kristus Yesus yang bebas dari penghukuman. Oleh sebab itu setiap orang percaya harus berjuang untuk dapat “ada di dalam Kristus Yesus”. Berkeadaan “ada di dalam Kristus Yesus” bukan sesuatu yang mudah terjadi atau berlangsung secara otomatis. Dibutuhkan perjuangan yang menuntut perjalanan waktu, artinya tidak bisa terjadi atau berlangsung dalam waktu singkat. Namun demikian, bagaimanapun sulitnya, hal ini pasti bisa dicapai, sebab keselamatan dalam Yesus Kristus menyediakan fasilitas untuk mencapai keadaan “ada di dalam Kristus Yesus” tersebut. Fasilitas tersebut adalah pimpinan Roh Kudus. Roh Kudus menuntun orang percaya kepada seluruh kebenaran (Yoh. 16:13). Roh Kudus yang memimpin hidup orang percaya untuk dapat menemukan roh (hasrat atau gairah) seperti yang ada pada diri Allah dan yang dikenakan oleh Yesus. Dengan pimpinan Roh Kudus, seseorang dapat hidup menurut roh (gairah atau spirit) tersebut. Dengan demikian, pimpinan Roh Kudus membawa orang percaya kepada keadaan hidup menurut roh yang sama dengan “ada di dalam Kristus Yesus”. Orang yang ada di dalam Kristus Yesus adalah orang yang memiliki gairah, spirit dan hasrat seperti yang ada pada Yesus, sehingga perilakunya seperti Dia.

 Penghukuman | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Kata penghukuman dalam teks asli Roma 8:1 adalah katakrima (κατάκριμα) yang berarti damnatory sentence, condemnation (keputusan hukuman, kutukan). Paulus menunjukkan bahwa hanya mereka yang ada di dalam Kristus Yesus, yang sama dengan tidak hidup menurut daging tetapi hidup menurut roh, yang tidak menerima keputusan hukuman atau yang tidak terkutuk. Hukuman ini adalah terpisahnya manusia dari hadirat Allah selama-lamanya dan tidak lagi memiliki kesempatan untuk mengalami pemulihan hubungan dengan Allah. Hal ini sama dengan terkutuk. Terkutuk artinya terhukum. Pengertian kutuk yang dimiliki banyak orang Kristen selama ini adalah pengertian kutuk yang mengandung unsur mistis, yaitu sesuatu yang bertalian dengan hal-hal yang bersifat supranatural. Hal ini tentu merupakan akibat dari pengaruh agama-agama dan berbagai kepercayaan di luar Alkitab. Padahal kutuk tidak selalu bersifat mistik. Kutuk menurut versi Alkitab lebih tidak bersifat mistik, tetapi lebih bersifat natural, logis, realistis dan bisa dimengerti secara nalar. Bila ditinjau dari etimologinya (asal usul kata), kata kutuk dalam Bahasa Indonesia mempunyai pengertian: kena laknat, celaka dan perkataan yang menimbulkan bencana. Kata ini dalam bahasa Inggris diterjemahkan curse. Meneliti kata kutuk dalam Alkitab dari teks aslinya, banyak kata dalam bahasa asli Alkitab, yaitu Ibrani dan Yunani, yang diterjemahkan kutuk, antara lain: kherem (םרֶחֵ), alah (הלָאָ), arar (ררא), qelalah (הלָלָקְ), anathema (ἀνάθεμα), kataraomai (καταράομαι). Pada intinya kutuk berarti hukuman. Dari penjelasan mengenai kutuk ditinjau dari etimologinya, maka dapat disimpulkan bahwa kutuk berkaitan dengan dosa atau pelanggaran umat. Kutuk merupakan hukuman akibat dosa atau pelanggaran terhadap hukum, perintah dan kehendak Allah.  Dalam hal ini tidak ada sesuatu yang berunsur supranatural atau unsur mistik di dalamnya. Kutuk adalah hukuman, ini adalah sesuatu yang natural. Jadi sangat jelas bahwa kutuk disebabkan oleh suatu perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Allah, maka seseorang atau suatu komunitas bangsa ditimpa suatu hukuman. Karena kutuk pada dasarnya adalah hukuman, maka tidak boleh dipahami secara mistis. Pelanggaran Adam mengakibatkan manusia hidup dalam keadaan yang jauh dari kondisi standar yang Allah Bapa inginkan. Manusia menjadi makhluk yang gagal, manusia tidak menjadi makhluk seperti yang dirancang oleh Tuhan. Kegagalan ini membuat manusia kehilangan kemuliaan Allah. Kehilangan kemuliaan Allah sudah merupakan hukuman atau kutuk atau konsekuensinya (Rm. 3:23). Manusia menjadi makhluk yang tidak berkualitas, tidak seperti yang dikehendaki oleh Allah. Kutuk mengakibatkan semua manusia tidak hidup dalam persekutuan yang ideal dengan Tuhan dan jauh dari segala berkat-Nya. Dengan demikian manusia tidak lagi memiliki kehidupan yang ideal di muka bumi ini. Dan yang paling mengerikan adalah bayang-bayang maut, yaitu api kekal yang mengancam setiap individu; manusia bisa terpisah dari Allah selama-lamanya. Inilah yang disebut sebagai kutuk. Dalam Perjanjian Lama, pada prinsipnya kutuk menimpa seseorang oleh sebab “ketidaktaatan” kepada hukum-hukum Tuhan (Taurat) dan kehendak-Nya, baik yang dilakukan orang tersebut secara pribadi atau oleh nenek moyang. Kutuk-kutuk dalam Perjanjian Lama merupakan hukuman berupa berbagai penderitaan fisik. Bagi bangsa Israel kutuk bisa berupa kematian, kemiskinan, dikuasai oleh bangsa di sekitar mereka dan lain sebagainya yang menyangkut kehidupan jasmani. Dalam zaman Perjanjian Baru kutuk tidak bertalian langsung dengan berkat jasmani atau keadaan lahiriah seperti pada zaman Perjanjian Lama. Manusia pada zaman anugerah hanya diperhadapkan kepada dua kemungkinan, yaitu menerima keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus sehingga selamat berarti tidak terkutuk, atau menolaknya sehingga tertolak dari hadirat Allah selama-lamanya, berarti terkutuk. Jadi, kata penghukuman dalam Roma 8:1 menunjuk kepada hukuman kekal,

 Pengertian Salah Yang Membahayakan | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Dalam Roma 8:1 tertulis: Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Sebenarnya terjemahan ini kurang lengkap, sehingga bisa menimbulkan penafsiran yang salah atau berpotensi membangun asumsi yang salah. Terjemahan aslinya dalam salah satu terjemahan bahasa Yunani berbunyi: ouden ara nun katakrima tois en kristo iesou, me kata sarka peripatousin, alla kata pneuma (Οὐδὲν ἄρα νῦν κατάκριμα τοῖς ἐν χριστῷ Ἰησοῦ, μὴ κατὰ σάρκα περιπατοῦσιν, ἀλλὰ κατὰ πνεῦμα). Dalam teks bahasa Inggris versi King James diterjemahkan: There is therefore now no condemnation to them which are in Christ Jesus, who walk not after the flesh, but after the spirit. Dalam teks aslinya (salah satu terjemahan), Roma 8:1 terdapat kalimat: me kata sarka peripatousin, alla kata pneuma (μὴ κατὰ σάρκα περιπατοῦσιν, ἀλλὰ κατὰ πνεῦμα). Dalam bahasa Inggris versi King James tambahan itu tertulis:  who walk not after the flesh, but after the spirit. Beberapa Alkitab bahasa Inggris menaruh atau menambahkan kalimat ini. Jadi, seharusnya atau sebaiknya Roma 8:1 ditambahkan kalimat who walk not after the flesh, but after the spirit.  Dengan demikian Roma 8:1 seharusnya ditambahkan atau dilengkapi dengan kalimat: “mereka yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut roh atau menuruti kehendak roh”. Jadi lengkapnya, teks Roma 8:1 seharusnya berbunyi: Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus, mereka yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut roh. Penambahan kalimat tersebut sebenarnya dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan kalimat “ada di dalam Kristus Yesus”. Banyak orang Kristen yang mengartikan bahwa ada di dalam Kristus Yesus adalah menjadi orang Kristen. Ini sebuah kebodohan yang membinasakan. Tetapi faktanya demikian. Hal ini sangat membahayakan banyak orang Kristen. Roma 8:1 dalam terjemahan Bahasa Indonesia hanya berbunyi: Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus. Kalimat ini berpotensi bisa ditafsirkan tidak tepat. Orang bisa menafsirkan bahwa semua orang Kristen atau yang merasa sudah percaya Yesus sudah dibebaskan dari hukuman, walaupun mereka belum hidup menurut roh. Merasa sudah percaya di sini karena sudah mengakui status Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat serta mengetahui sejarah-Nya. Menurut mereka, hal itu berarti sudah beriman kepada Tuhan Yesus secara benar. Iman atau percaya seperti itu menurut mereka sudah menyelamatkan. Ini merupakan kesalahan yang fatal.   Banyak orang Kristen berpikir sangat keliru, setelah menjadi orang Kristen mereka merasa sudah dibebaskan dari hukum dosa dan hukum maut, padahal mereka belum hidup menurut roh atau masih hidup dalam daging. Jadi, banyak orang berpikir bahwa “ada di dalam Kristus Yesus” berarti cukup menjadi orang Kristen. Sehingga mereka merasa bahwa secara otomatis mereka juga sudah dibebaskan dari penghukuman. Mereka merasa sudah berhak dan layak masuk surga atau terhindar dari neraka. Mereka berpikir bahwa keyakinan yang artinya aktivitas pikiran sudah cukup dapat menyelamatkan. Dengan demikian iman hanya dipahami sebagai aktivitas di dalam pikiran atau nalar. Padahal iman adalah tindakan. Kesalahan memahami Roma 8:1 membuat orang Kristen tidak berjuang untuk mengalami proses hidup dalam pimpinan Roh Kudus supaya mencapai kehidupan hidup menurut roh. Sebagian besar orang-orang Kristen tersebut masih hidup di dalam daging.  Mereka tidak belajar secara proporsional dari Tuhan Yesus sebagai murid-Nya. Mereka menjadi orang-orang Kristen yang tidak bertumbuh sama sekali. Tidak heran kalau kualitas hidup mereka tidak berbeda dengan orang-orang di luar gereja. Karena kesalahan tersebut, maka sebagai akibatnya banyak orang Kristen hidup menurut daging, bukan menurut roh, karena menyerah kepada kodrat dosa yang ada di dalam dirinya. Sehingga mereka tergiring oleh kuasa jahat masuk ke dalam kegelapan abadi.

 Mempersiapkan Kematian | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Karena kematian adalah realitas yang tidak pernah bisa diprediksi kapan terjadi, maka persiapannya harus dilakukan sejak dini. Selalu sekarang. Untuk ini pertobatan harus dilakukan sekarang, setiap hari dan setiap saat ketika kita menyadari perbuatan salah kita. Sebenarnya inilah yang dimaksud dengan berjaga-jaga dan berdoa tiada berkeputusan. Suatu hubungan yang terus dibangun dengan Tuhan. Banyak hal yang bisa diabaikan dan dianggap tidak penting, apa pun harus bisa disingkirkan, tetapi persiapan menyongsong kematian tidak boleh ditunda. Hal ini harus dianggap selalu paling penting dan darurat, sehingga kita selalu mengutamakan hal mempersiapkan diri menyongsong kematian kita. Kita harus selalu berpikir bahwa hari ini adalah hari terakhir kita. Besok tidak ada kesempatan lagi. Jadi setiap kali disebut hari ini, berarti kesempatan yang sangat berharga untuk membenahi diri. Hendaknya kita tidak memberikan waktu berlalu tanpa ada pembenahan terus menerus. Hal ini dilakukan agar kita menjadi lebih berkenan di hadapan Tuhan. Bila kita membiasakan diri memiliki sikap hidup seperti ini, maka barulah kita memahami dan dapat melakukan apa yang dimaksud dengan mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenarannya (Mat. 6:33). Matius 6:33 ini dikemukakan oleh Tuhan Yesus berkenaan dengan panggilan Tuhan atas orang percaya di bumi ini untuk hanya mengumpulkan harta di surga (Mat. 6:19-20).  Mengumpulkan harta di surga sama dengan usaha agar hati nurani kita menjadi hati nurani yang benar, yaitu memiliki pengertian-pengertian dari sudut pandang Tuhan atau versi Tuhan (Mat. 6:22-23). Hati nurani inilah harta yang tidak pernah bisa diambil oleh siapa pun. Harta dunia bisa dirusak oleh ngengat dan karat, pencuri bisa mencuri serta membongkarnya, tetapi harta berupa hati nurani yang sesuai dengan Allah ini tidak bisa diambil oleh siapa pun. Dengan hati nurani inilah seseorang dapat mengabdi hanya kepada Tuhan. Dengan demikian kita hanya mengabdi kepada Tuhan saja (Mat. 6:24). Banyak orang yang hati nuraninya tidak diasah oleh kebenaran sehingga ia tidak tahu bahwa sebenarnya di dalam kehidupannya ia masih mengabdi kepada dua tuan. Kalau jujur, kita (sebagai pelayan-pelayan jemaat) juga tidak menyadari, ternyata kita masih mengabdi kepada dua tuan. Setelah kita diasah oleh kebenaran Firman Tuhan, kita baru menyadarinya. Sebelumnya, kita merasa bahwa kita sudah benar-benar “full time” hidup buat Tuhan, ternyata belum. Nurani kitalah yang akan menerangi diri kita untuk melihat seberapa kita murni bagi Tuhan. Di level seperti Paulus tersebut, barulah kita bisa berkata bahwa kita melayani Tuhan dengan hati nurani yang murni (Kis. 23:1; 24:16). Maksud melayani Tuhan dengan hati nurani yang murni adalah bahwa dalam hidup ini, khususnya dalam pelayanan, kita tidak memiliki agenda kita sendiri. Semua yang kita kerjakan adalah kehendak dan rencana Tuhan. Yang bisa mengerti bahwa dirinya memiliki agenda sendiri atau tidak adalah seorang yang hati nuraninya telah diterangi oleh Tuhan.  Banyak orang merasa bahwa ia telah hidup untuk Tuhan sepenuh hati dan sepenuh waktu, padahal belum, bahkan tidak sama sekali. Ia tidak bisa melihat agenda sendiri yang bersembunyi di kedalaman hatinya. Orang yang hati nuraninya belum dewasa, selain tidak peka terhadap diri sendiri, ia juga tidak jujur terhadap diri sendiri. Seharusnya orang yang sudah menjadi anak Allah hidup di dalam pemerintahan Kerajaan Allah, itulah sebabnya Doa Bapa Kami berbunyi: Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga (Mat. 6:10). Jadi, kalau seseorang tidak memiliki gaya hidup mendahulukan Kerajaan Surga, berarti ia hidup dalam kerajaan kuasa kegelapan. Hendaknya kita tidak berpikir kalau hari ini kita tidak melakukan suatu pelanggaran moral, juga telah mengambil bagian dalam pelayanan bahkan menjadi seorang pendeta, bukan berarti kita pasti sudah hidup dalam pemerintahan Allah. Belum tentu! Hidup dalam pemerintahan Allah terselenggara ketika seseorang...

 Menjadi Tidak Cerdas | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Mengisi neshamah manusia dengan kebenaran Firman Tuhan adalah pergumulan yang tidak mudah. Sangat besar kemungkinan inilah pergumulan manusia pertama Adam, yang disimbolkan dengan adanya dua pohon di tengah taman. Di sini Adam diperhadapkan kepada pilihan: apakah Adam mengkonsumsi buah pohon kehidupan atau buah pengetahuan yang baik dan jahat. Pada dasarnya pergumulan tersebut adalah pergumulan untuk mengisi neshamah-nya dengan kebenaran yang dilambangkan dengan pohon kehidupan sehingga bisa mendengar suara Tuhan sebab neshamah-nya menjadi pelita Tuhan, atau mengisinya dengan isian yang lain yang dilambangkan dengan pohon pengetahuan yang baik dan jahat sehingga neshamah-nya gelap. Ternyata manusia memilih mengkonsumsi buah yang dilarang untuk dikonsumsi, maka sebagai akibatnya manusia jatuh dalam dosa atau “meleset”. Dengan neshamah yang diisi dengan isian yang salah, maka cara memandang sesuatu menjadi kacau atau rusak. Adam dan Hawa yang tadinya tidak malu dalam keadaan telanjang, tetapi karena kejatuhannya ke dalam dosa membuat mereka merasa malu. Dalam hal ini yang berubah bukan aspek eksternalnya, tetapi internalnya. Dari masukan yang salah ke dalam neshamah, maka terbangunlah dalam diri seseorang pola atau cara berpikir yang rusak. Cara berpikir adalah kecerdasan hati nurani. Karena masukan yang salah, maka hati nurani menjadi tidak cerdas. Tidak cerdas sama dengan berselera rendah, tidak seperti selera Allah. Dengan hal ini manusia tidak memiliki perasaan seperti Tuhan. Tidak cerdas juga berarti tidak memiliki perspektif berpikir seperti Allah. Manusia tidak memiliki pikiran Tuhan. Dalam hal ini manusia gagal menempatkan segala sesuatu pada tempat yang benar. Awalnya keberadaan telanjang tidak membuat mereka merasa malu, kemudian menjadi malu. Hal ini menunjukkan adanya perspektif baru dalam cara memandang sesuatu. Kesalahan manusia mengakibatkan manusia tidak mampu melakukan apa yang tepat sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah. Bahkan manusia melakukan tindakan yang tidak mencerminkan sebagai makhluk yang segambar dengan Allah. Peristiwa pembunuhan Habel oleh Kain merupakan gambaran yang jelas bahwa manusia mengikuti suara yang salah dalam dirinya (Kej. 3:7). Kata dosa dalam teks aslinya adalah khattah (האָטָּחַ), yang lebih dekat diterjemahkan sinful nature atau dosa dalam arti kodrat. Kata mengintip dalam teks aslinya adalah rabats (ץבַרָ), juga berarti berbaring (Ing. lie down). Hal ini menunjukkan bahwa  kodrat dosa sudah berbaring di dalam kehidupan manusia. Mestinya suara Tuhan yang berbaring (di dalam nuraninya), tetapi ternyata ada suara lain yang sudah berbaring atau sengaja dibaringkan. Pembunuhan terhadap Habel terjadi oleh karena Kain tidak menolak dosa yang “mengintip” atau berbaring di dalam dirinya. Esau tidak sanggup menuruti apa yang baik, sehingga ia melakukan apa yang jahat atau salah. Dalam Alkitab dikisahkan bahwa keturunan Set yang masih dipimpin oleh Roh Allah walaupun nenek moyangnya telah gagal hidup dalam pimpinan Roh Allah, tetapi oleh karena memiliki sinful nature, maka  mengakibatkan mereka juga tidak hidup sesuai dengan kehendak Allah. Dalam Kejadian 6:3, Tuhan sendiri mengakui manusia daging semata-mata (Ibr. basar; בָּשָׂר); kecenderungannya melakukan apa yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Mereka memilih jodoh sesuka hati mereka tanpa mau mengerti kehendak Allah. Manusia yang mestinya mendengar suara Allah dalam neshamah-nya ternyata lebih mengikuti kehendak dagingnya. Maka Roh Allah undur sampai nanti di zaman anugerah di mana Roh Allah akan menuntun manusia kembali untuk bisa menemukan suara-Nya. Perlu kita perhatikan kata berbaring (rabats) di atas, sebab pada saat-saat tertentu sinful nature seperti tertidur, tidak memunculkan ekspresi atau perwujudannya. Tetapi di saat lain dapat bangun dan mendorong kita untuk melakukan suatu tindakan tertentu, yang tentu saja bertentangan dengan kehendak Allah.

 Hidup Dalam Terang | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Untuk bisa mengerti kehendak Allah, Firman Tuhan (rhema) harus mengisi jiwa. Hal ini akan membentuk nuraninya, sehingga nurani dalam neshamah-nya dapat menjadi suara Tuhan. Itulah sebabnya pemazmur mengatakan bahwa Firman Tuhan pelita bagi kakinya dan terang bagi jalannya (Mzm. 119:105). Berkenaan dengan hal ini dalam ayat lain pemazmur mengatakan: Karena Engkaulah yang membuat pelitaku bercahaya; TUHAN, Allahku, menyinari kegelapanku (Mzm. 18:29). Tentu saja kegelapan dalam ayat ini bukan kegelapan secara alam fisik, tetapi gambaran dari seorang yang tidak mengerti kehendak Allah. Alkitab mengatakan bahwa umat pilihan harus merenungkan Firman Tuhan siang dan malam (Mzm. 1:2). Hal ini dimaksudkan agar setiap hari orang percaya menerima Firman (baik logos maupun rhema). Bagi umat Perjanjian Baru kebenaran Injil yang diajarkan Tuhan Yesus membuat seseorang cerdas sehingga bisa mengerti kehendak Allah dengan sempurna. Kejatuhan manusia ke dalam dosa mengakibatkan manusia berjalan dalam gelap. Berjalan dalam gelap bagi umat Perjanjian Lama berarti tidak hidup menurut hukum Taurat dan tidak menyembah Elohim Yahweh. Tetapi bagi umat Perjanjian Baru berbeda. Hidup dalam gelap artinya tidak mampu mengerti kehendak Tuhan dengan sempurna. Hal ini terjadi sebab neshamah manusia belum menjadi pelita Tuhan, nuraninya belum terbentuk oleh Firman Tuhan (rhema). Seseorang tidak akan mendengar rhema kalau tidak belajar logos (Firman yang dimengerti dengan nalar pada waktu mendengar khotbah atau membaca). Rhema inilah Firman yang keluar dari mulut Allah. Kalau keluar dari mulut Allah pasti keluar dari hati-Nya. Kalau hukum keluar dari dua loh batu yang diturunkan di gunung Sinai yang menjadi dasar semua hukum, peraturan dan perundang-undangan, tetapi firman Allah (rhema) keluar dari mulut Allah dan menjadi hukum kehidupan orang percaya. Perjalanan hidup orang percaya adalah perjalanan melakukan kehendak atau keinginan Allah (bukan sekadar hukum-Nya). Jadi kalau dikatakan manusia hidup dalam gelap, untuk ukuran umat Perjanjian Baru artinya manusia tidak sanggup untuk mengerti kehendak Tuhan dan melakukannya. Kalau dalam Perjanjian Lama hidup dalam terang artinya hidup sesuai dengan hukum Taurat, tetapi dalam Perjanjian Baru berjalan dalam terang artinya melakukan segala sesuatu sesuai dengan suara yang sesuai dengan kehendak Tuhan dari hati nurani di dalam neshamahnya. Itulah sebabnya orang percaya harus terus menerus mengisi pikirannya dengan Firman Tuhan (logos), dari logos maka lahirlah rhema, melalui pengalaman hidup konkret. Rhema inilah yang mencerdaskan seseorang sehingga dapat memiliki pikiran dan perasaan Kristus yang dibaringkan di dalam dirinya (Ibr. rabats; ץבַרָ). Sampai pada level ini neshamah seseorang bisa semakin menyuarakan suara Tuhan. Dalam hal ini sinful nature diganti dengan divine nature. Perubahan dari kodrat dosa (sinful nature) ke kodrat ilahi (divine nature) berporos pada manusia batiniahnya, yaitu perubahan cara berpikir di dalam nuraninya. Orang-orang yang diselamatkan dalam Tuhan Yesus Kristus hendak dikembalikan kepada rancangan semula, yaitu menjadi makhluk yang dapat memiliki neshamah yang menjadi pelita Tuhan atau bisa menjadi suara Tuhan. Suara Tuhan di sini adalah suara dari hati Tuhan yang menjadi suara dalam hati nurani, bukan suara dari hukum-Nya. Standar suara Tuhan adalah kesucian-Nya. Dengan demikian kita bisa mengerti mengapa Firman Tuhan mengatakan bahwa dalam Tuhan Yesus ada terang manusia, artinya hanya melalui keselamatan dalam Tuhan Yesus seseorang bisa mengerti kehendak atau keinginan Allah dengan sempurna (Yoh. 1:4). Hal ini bisa terjadi sebab neshamah manusia bisa menjadi pelita Tuhan atau suara Tuhan. Dalam hal ini orang percaya harus berjuang untuk memperbarui pikirannya dengan Firman Tuhan (logos dan rhema) tiada henti sampai menutup mata. Seiring dengan pembaharuan pikiran ini, maka hati nuraninya pun terbentuk. Kalau pikiran diisi dengan filosofi dunia yang porosnya ada...

 Semua Manusia Telah Mati | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Kita harus memahami bahwa penyesatan dalam pikiran tentu terjadi setelah melalui perjalanan waktu yang panjang. Hal ini bisa mengerti lebih tepat kalau kita memandang kisah mengenai Adam dan Hawa dengan pikiran dewasa, artinya memahami bahwa buah pengetahuan tentang yang baik dan jahat serta buah kehidupan adalah merupakan konsumsi pikiran dalam jiwa (bukan makanan jasmani). Adam diperhadapkan pada dua pilihan, apakah mengkonsumsi kebenaran yang berasal dari Allah atau suara yang berasal dari sumber lain (ular). Ular adalah personifikasi dari Lusifer yang menawarkan pengetahuan apa yang baik dan jahat menurut “versinya”. Ular berkata: “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat” (Kej. 3:5). Manusia tergoda oleh ular, sebab dari pernyataan ular tersebut seakan-akan Allah menyembunyikan sesuatu dari manusia. Kecurigaan atau ketidakpercayaan kepada Allah menyebabkan manusia memilih suara ular dan menurutinya. Allah menghendaki agar manusia memiliki pengertian mengenai apa yang baik dan jahat dari Allah menurut versi-Nya, yang tentu “melalui proses perjalanan waktu” yang ditetapkan oleh Allah. Allah mengajar kebenaran selalu melalui proses yang bertahap, membangun nurani dalam neshamah dengan kebenaran agar dapat menjadikan neshamah manusia sebagai pelita Tuhan. Tentu Tuhan menghendaki Adam memahami apa yang baik dan jahat menurut versi Allah, bukan versi Iblis, tetapi Adam telah bertindak di luar kehendak Allah, ia ingin segera seperti Allah sesuai dengan kehendaknya sendiri dan besar kemungkinan juga di luar jadwal Allah. Padahal, tentu Tuhan menghendaki agar manusia menerima pengertian mengenai kebenaran dari sumber yang benar, yaitu dari Allah sesuai dengan jadwal-Nya. Sebagai akibat pilihan Adam yang salah, nurani manusia tidak menjadi nurani Ilahi. Kejatuhan manusia ke dalam dosa pada prinsipnya disebabkan karena Adam lebih mengisi pikirannya dengan suara yang bukan berasal dari Tuhan, sehingga nurani dalam neshamah-nya menjadi rusak. Inilah yang membawa diri manusia kepada dosa atau kemelesetan. Manusia tidak mampu mengerti dan melakukan kehendak Allah, manusia tidak mencapai standar kesucian yang Allah kehendaki. Dengan demikian pada dasarnya kejatuhan manusia ke dalam dosa adalah rusaknya hati nurani yang ada di dalam neshamah-nya. Kalau Paulus mengatakan bahwa kita semua sudah mati (Ef. 2:1), maksudnya adalah manusia tidak memiliki hati nurani yang seirama dengan Allah, kualitas neshamah manusia tidak seperti yang dirancang dan dikehendaki oleh Allah. Manusia telah terkunci dalam ketidakberdayaan, sehinga tidak mungkin dapat berkeadaan segambar dan serupa dengan Allah. Manusia hanya bisa menjadi baik dengan kebaikan relatif, bukan kesempurnaan Allah. Inilah yang dimaksud “mati” di dalam Efesus 2:1 tersebut. Implikasi kisah kejatuhan manusia bagi orang percaya hari ini adalah bahwa perjalanan waktu hidup manusia seperti sebuah arena, di mana manusia diperhadapkan kepada peperangan. Peperangan itu merupakan sebuah kompetisi (persaingan) antara Tuhan dan kuasa jahat dalam area atau medan pikiran. Kalau seseorang memberi diri mengisi pikiran kita dengan kebenaran Firman Tuhan, maka nurani dalam neshamah bisa menjadi pelita Tuhan. Sebaliknya, kalau diisi yang lain, maka hati nuraninya menjadi rusak.  Ini berarti Iblis sebagai pemenangnya. Tetapi kalau seseorang banyak mewarnai pikiran dengan kebenaran, maka Tuhanlah pemenangnya, hati nuraninya menjadi hati nurani Ilahi (berkodrat Ilahi). Apakah seseorang memberi peluang Tuhan, sebagai pemenang untuk menguasai hidupnya atau kuasa lain yang memilikinya, hal ini tergantung kepada masing-masing individu. Allah masuk dalam arena perjalanan waktu bersama dengan manusia, maka untuk itu manusia juga harus serius memperhatikan dan menghargai waktu yang diciptakan Tuhan tersebut di mana manusia hidup di dalamnya.

Comments

Login or signup comment.