Semua Manusia Telah Mati




Truth Daily Enlightenment show

Summary: Kita harus memahami bahwa penyesatan dalam pikiran tentu terjadi setelah melalui perjalanan waktu yang panjang. Hal ini bisa mengerti lebih tepat kalau kita memandang kisah mengenai Adam dan Hawa dengan pikiran dewasa, artinya memahami bahwa buah pengetahuan tentang yang baik dan jahat serta buah kehidupan adalah merupakan konsumsi pikiran dalam jiwa (bukan makanan jasmani). Adam diperhadapkan pada dua pilihan, apakah mengkonsumsi kebenaran yang berasal dari Allah atau suara yang berasal dari sumber lain (ular). Ular adalah personifikasi dari Lusifer yang menawarkan pengetahuan apa yang baik dan jahat menurut “versinya”. Ular berkata: “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat” (Kej. 3:5). Manusia tergoda oleh ular, sebab dari pernyataan ular tersebut seakan-akan Allah menyembunyikan sesuatu dari manusia. Kecurigaan atau ketidakpercayaan kepada Allah menyebabkan manusia memilih suara ular dan menurutinya.<br> Allah menghendaki agar manusia memiliki pengertian mengenai apa yang baik dan jahat dari Allah menurut versi-Nya, yang tentu “melalui proses perjalanan waktu” yang ditetapkan oleh Allah. Allah mengajar kebenaran selalu melalui proses yang bertahap, membangun nurani dalam neshamah dengan kebenaran agar dapat menjadikan neshamah manusia sebagai pelita Tuhan. Tentu Tuhan menghendaki Adam memahami apa yang baik dan jahat menurut versi Allah, bukan versi Iblis, tetapi Adam telah bertindak di luar kehendak Allah, ia ingin segera seperti Allah sesuai dengan kehendaknya sendiri dan besar kemungkinan juga di luar jadwal Allah. Padahal, tentu Tuhan menghendaki agar manusia menerima pengertian mengenai kebenaran dari sumber yang benar, yaitu dari Allah sesuai dengan jadwal-Nya. Sebagai akibat pilihan Adam yang salah, nurani manusia tidak menjadi nurani Ilahi.<br> Kejatuhan manusia ke dalam dosa pada prinsipnya disebabkan karena Adam lebih mengisi pikirannya dengan suara yang bukan berasal dari Tuhan, sehingga nurani dalam neshamah-nya menjadi rusak. Inilah yang membawa diri manusia kepada dosa atau kemelesetan. Manusia tidak mampu mengerti dan melakukan kehendak Allah, manusia tidak mencapai standar kesucian yang Allah kehendaki. Dengan demikian pada dasarnya kejatuhan manusia ke dalam dosa adalah rusaknya hati nurani yang ada di dalam neshamah-nya. Kalau Paulus mengatakan bahwa kita semua sudah mati (Ef. 2:1), maksudnya adalah manusia tidak memiliki hati nurani yang seirama dengan Allah, kualitas neshamah manusia tidak seperti yang dirancang dan dikehendaki oleh Allah. Manusia telah terkunci dalam ketidakberdayaan, sehinga tidak mungkin dapat berkeadaan segambar dan serupa dengan Allah. Manusia hanya bisa menjadi baik dengan kebaikan relatif, bukan kesempurnaan Allah. Inilah yang dimaksud “mati” di dalam Efesus 2:1 tersebut.<br> Implikasi kisah kejatuhan manusia bagi orang percaya hari ini adalah bahwa perjalanan waktu hidup manusia seperti sebuah arena, di mana manusia diperhadapkan kepada peperangan. Peperangan itu merupakan sebuah kompetisi (persaingan) antara Tuhan dan kuasa jahat dalam area atau medan pikiran. Kalau seseorang memberi diri mengisi pikiran kita dengan kebenaran Firman Tuhan, maka nurani dalam neshamah bisa menjadi pelita Tuhan. Sebaliknya, kalau diisi yang lain, maka hati nuraninya menjadi rusak.  Ini berarti Iblis sebagai pemenangnya. Tetapi kalau seseorang banyak mewarnai pikiran dengan kebenaran, maka Tuhanlah pemenangnya, hati nuraninya menjadi hati nurani Ilahi (berkodrat Ilahi). Apakah seseorang memberi peluang Tuhan, sebagai pemenang untuk menguasai hidupnya atau kuasa lain yang memilikinya, hal ini tergantung kepada masing-masing individu.<br> Allah masuk dalam arena perjalanan waktu bersama dengan manusia, maka untuk itu manusia juga harus serius memperhatikan dan menghargai waktu yang diciptakan Tuhan tersebut di mana manusia hidup di dalamnya.