Truth Daily Enlightenment show

Truth Daily Enlightenment

Summary: Renungan harian berisi intisari pengajaran aplikatif yang disampaikan oleh Pdt. Dr. Erastus Sabdono, dengan tujuan melengkapi bangunan berpikir kita mengenai Tuhan, kerajaan-Nya, kehendak-Nya dan tuntunan-Nya untuk hidup kita. A daily devotional containing a brief teaching along with the applications, read by Dr. Erastus Sabdono. The messages will equip you and bring you to better understand God, His kingdom, His will, and His guidance in our lives.

Join Now to Subscribe to this Podcast

Podcasts:

 Menukar Hak Kesulungan | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Kesempatan untuk menemukan gambar diri sesuai kehendak dan rancangan Allah, hanya diberikan kepada umat Perjanjian Baru. Umat Perjanjian Lama tidak memiliki kesempatan ini dan mereka tidak sanggup untuk melakukannya, karena mereka tidak memiliki kuasa untuk hidup sebagai anak-anak Allah (Yoh. 1:2-13). Fasilitas keselamatan belum diberikan kepada umat Perjanjian Lama. Kuasa untuk hidup sebagai anak-anak Allah adalah kemampuan untuk hidup dalam pimpinan roh (Rm. 8:14). Dan Tuhan hanya menyediakan paket ini untuk orang yang percaya di zaman anugerah. Jadi kalau seseorang hanya mau hidup baik-baik saja menurut ukuran umum, maka ia tidak perlu menjadi orang Kristen. Orang Kristen adalah manusia yang dipanggil untuk mencapai standar kesucian dan kebenaran Tuhan. Orang Kristen sebenarnya adalah orang-orang yang terpanggil untuk menjadi manusia yang unggul. Oleh sebab itu Tuhan menghendaki kita mempersoalkan hal ini lebih dari mempersoalkan segala sesuatu. Memburu menjadi manusia unggul di hadapan Tuhan, tidak membuat seseorang menjadi aneh dan sama sekali tidak mengganggu kegiatan hidup kita setiap hari. Tuhan pasti menolong kita dalam masalah pemenuhan kebutuhan jasmani, agar kebutuhan jasmani tidak mengganggu perjuangan untuk mencapai standar kesucian dan kebenaran Tuhan yang unggul. Tuhan Yesus mengatakan agar orang percaya memiliki kebenaran melebihi ahli Taurat dan orang Farisi, yaitu melebihi tokoh-tokoh agama (Mat. 5:20). Yang dimaksud dengan kebenaran di sini adalah kebenaran yang bertalian dengan tingkah laku, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan (cara berpikir, renungan hati). Banyak orang lebih mengingini rumah, mobil, kehormatan, pangkat dan fasilitas lain yang serba terbaik menurut ukuran orang-orang bodoh (Luk. 12:15-21). Kebodohan itu barulah disadari ketika seseorang menutup mata, ternyata ia miskin dalam keabadian. Kalau hal ini dilakukan oleh orang-orang Kristen, berarti ini adalah suatu tindakan menukar hak kesulungannya dengan semangkuk makanan (Ibr. 12:16-17). Orang Kristen memiliki karunia sulung Roh, artinya bisa sempurna seperti Tuhan Yesus. Orang yang gagal mencapainya karena fokus dan orientasinya tidak pada perkara-perkara rohani, berarti menukar hak kesulungannya. Penyesalan atas hal ini hanya bisa digambarkan dengan ratap tangis dan kertak gigi. Jadi, kalau Tuhan berfirman: kumpulkan harta di surga, itu dimaksudkan agar kita membenahi jiwa kita untuk diisi kebenaran Tuhan dan mengganti segala yang busuk yang ada di dalam jiwa dengan kebenaran Tuhan. Hal ini berkenaan dengan nasihat Tuhan untuk mengumpulkan harta di surga dalam khotbah Tuhan Yesus di Bukit (Mat. 5-7), yaitu ketika Tuhan meletakkan dasar moral untuk umat Perjanjian Baru. Bila jiwa seseorang diisi kebenaran Tuhan, maka ekspresi dari jiwa yang bersih tersebut pasti dirasakan oleh manusia di sekitarnya. Proses keselamatan dalam Yesus Kristus pada dasarnya adalah proses menjadikan manusia unggul bagi Tuhan. Manusia unggul adalah manusia sesuai rancangan semula. Keunggulan ini bukan diukur oleh nilai-nilai bendani atau materi. Ukuran keunggulan di sini adalah ukuran Tuhan. Jadi tidak seorang pun berhak menghakimi sesamanya dan menilai dari ukurannya sendiri. Untuk menemukan nilai keunggulan ini seseorang harus belajar kebenaran Firman Tuhan. Dengan belajar kebenaran Firman Tuhan maka seseorang mengenal pribadi Tuhan Yesus yang merupakan prototipe manusia yang dikehendaki oleh Allah.  Dalam hal ini ayat-ayat Perjanjian Lama tidak bisa menjadi tolok ukur kehidupan iman Kristen. Kalau pun kita mengambil ayat dari Perjanjian Lama, maka kita harus melihat konteksnya dengan seksama. Dari pemahamannya terhadap kebenaran Akitab Perjanjian Lama seseorang menemukan gambar diri secara umum. Tetapi ayat-ayat Perjanjian Baru memuat kebenaran untuk menemukan gambar diri yang ideal. Seseorang harus bergumul dengan Tuhan setiap hari guna menemukan gambar diri secara khusus yang dikehendaki dan direncanakan Allah.

 Ke Tingkat Yang Lebih Tinggi | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Sebenarnya jiwa manusia penuh dengan perbendaharaan yang busuk yang tidak berpotensi membangun diri menjadi manusia yang dikehendaki oleh Allah. Sebaliknya berpotensi menjauhkan manusia dari keadaan memiliki gambar diri yang sesuai dengan kehendak dan rancangan Allah. Perbendaharaan itu antara lain: keserakahan, kesombongan atau hasrat dihormati, kebencian, ambisi memerintah orang lain atau mau berkuasa, tidak mau menerima orang lain sebagaimana adanya dan lain sebagainya. Inilah yang membuat gambar diri manusia semakin jauh dari gambar diri ideal yang harus dicapai oleh setiap individu. Perbendaharaan jiwa yang busuk tersebut juga merupakan penyakit jiwa yang tidak mudah disembuhkan. Banyak orang merasa sudah sembuh dari hal-hal itu, tetapi sebenarnya belum. Karena kecerdasan dan kelicikan hati seseorang, maka manifestasi dari kebusukan jiwanya tidak mudah dikenali, bahkan oleh dirinya sendiri. Pendidikan budi pekerti, pengembangan kepribadian dan berbagai ajaran etika sering hanya memoles bagian luarnya, tetapi tidak memperbaharui sampai ke kedalaman. Pada dasarnya orang-orang seperti itu belum hidup baru dalam Tuhan seperti yang dikemukakan dalam 2 Korintus 5:17. Kepada orang-orang seperti itu Tuhan menyatakan bahwa mereka tidak dikenal atau tidak dapat dinikmati oleh Tuhan (Mat. 7:21-23). Mereka berkeadaan jauh dari standar kesucian atau kebenaran Tuhan. Bagaimana seseorang bisa mengenali, bahwa dirinya masih berkeadaan jauh dari standar kesucian atau kebenaran Tuhan? Ia harus memiliki kesungguhan untuk mencapai standar hidup yang luar biasa. Ia tidak boleh merasa puas dengan kebaikan yang telah ia capai. Ia harus selalu bertanya: Apakah ada yang lebih baik dari apa yang sudah kucapai hari ini? Seperti pertanyaan orang muda yang kaya dalam Matius 19:20: “Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?” Hanya orang yang haus dan lapar akan kebenaran yang akan dipuaskan (Mat. 5:6). Orang yang selalu ingin mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam kesucian Tuhan dan yang sungguh-sungguh berusaha yang akan memperoleh jawaban. Bagaimana seseorang dapat dinaikkan ke tingkat yang lebih tinggi kalau ia sendiri tidak memiliki keinginan dan usaha yang sungguh-sungguh untuk mencapainya (Luk. 13:23-24)? Banyak orang yang tidak memiliki kerinduan untuk mencapai tingkat kesucian atau kebenaran yang lebih tinggi disebabkan karena menganggap hal tersebut tidak terlalu penting. Bagi mereka segala kesenangan hidup lebih berarti dan membahagiakan. Tanpa disadari, mereka merendahkan nilai-nilai kesucian dan kebenaran Tuhan serta mencampakkannya seperti sampah. Orang yang merendahkan nilai-nilai kesucian Tuhan adalah orang yang pada dasarnya menghina Tuhan sendiri.  Keadaan ini membangun gambar diri yang sangat buruk, sebuah gambar diri yang fasik dan jauh dari yang dikehendaki dan dirancang oleh Allah. Pada dasarnya mereka menghina Tuhan. Tetapi mereka tidak merasa demikian, sebab mereka masih melakukan kegiatan gereja dan dihargai oleh sesamanya sebagai orang baik. Inilah orang-orang yang tidak mendahulukan Kerajaan Surga, walaupun mereka adalah orang-orang yang aktif dalam kegiatan gereja. Kerinduan untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam kesucian harus berangkat dari diri sendiri. Hal ini tidak bisa dipaksakan. Ini adalah pilihan. Bila seseorang menunda memilih hal ini, maka ia tidak akan memiliki kerinduan tersebut untuk selamanya. Ia menyia-nyiakan hidupnya. Semakin menjadi pribadi yang bertumbuh dalam kesucian Tuhan, maka semakin nyata bangunan gambar diri sesuai dengan kehendak dan rancangan Allah. Dalam hal ini sangat jelas bahwa terbangunnya gambar diri seseorang adalah terbangunnya kesucian yang berstandar Allah terperagakan dalam kehidupan seseorang. Orang seperti ini memiliki kepekaan terhadap kehendak Allah. Ia bukan saja tahu apa yang baik menurut ukuran umum, tetapi ia juga mengerti apa yang baik menurut pikiran dan perasaan Allah. Tentu saja hal ini akan membawa seseorang bisa be...

 Menyangkal Diri | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Manusia sedang mengalami krisis gambar diri. Konsep gambar diri setiap orang dibangun dari apa yang dilihat, didengar dan dialami sejak masa kanak-kanak. Padahal yang dilihat, didengar dan dialami seseorang belum tentu membawanya kepada gambar diri yang dikehendaki Tuhan. Ternyata bukan hanya pengalaman yang menyakitkan atau yang dianggap negatif yang dapat merusak gambar diri, tetapi pengalaman hidup yang serba nikmat dan nyaman pun (yang dianggap positif) dapat menjadi pemicu rusaknya gambar diri seseorang. Justru kadang-kadang keadaan nyaman, terhormat dan kaya mengkondisikan seseorang lebih sukar masuk Kerajaan Surga. Ini sama dengan kondisi di mana seseorang tidak mudah untuk diubahkan. Ceramah mengenai gambar diri sering mengkambinghitamkan keadaan negatif sebagai kausalitas prima (penyebab utama) rusaknya gambar diri, tetapi mereka tidak melihat potensi keadaan positifpun bisa menjadi kausalitas rusaknya gambar diri. Kesalahan beberapa gereja selama ini adalah tidak membongkar konsep-konsep mengenai kehidupan yang telah dipahami oleh jemaat, yaitu mengenai gambar diri yang salah. Malah sebaliknya, gereja berusaha untuk membantu mewujudkan apa yang dipahami sebagai keberhasilan, kemenangan, hidup yang berkelimpahan dan diberkati dan lain sebagainya dalam kehidupan jemaat. Tentu untuk ini Tuhan dijadikan alat untuk mencapainya. Jemaat dilatih untuk mengembangkan self esteem yang bertentangan dengan rencana pemulihan gambar diri. Akibatnya jemaat bukan semakin menemukan gambar dirinya, tetapi semakin sesat dan jauh dari peta gambar diri yang Tuhan kehendaki. Seperti misalnya, keadaan hidup yang tidak bermasalah dianggap sebagai berkemenangan. Kegagalan mengenal diri bersumber kepada satu hal saja yaitu tidak mengenal kebenaran Tuhan. Pengalaman hidup dan lain sebagainya tidak menjadi pemicu yang berarti untuk itu (walaupun memiliki pengaruh juga). Banyak pembicaraan mengenai gambar diri yang sering mengkambinghitamkan pengalaman masa lalu sebagai kausalitas rusaknya gambar diri, tetapi sebenarnya pengalaman apa pun dapat merusak gambar diri seseorang. Dalam hal ini, bukan pengalaman hidup yang harus dipersalahkan, tetapi bagaimana seseorang menyikapi pengalaman hidup tersebut. Dunia yang fasik tanpa disadari telah membangun gambar diri yang salah dalam kehidupan setiap individu. Untuk mengembalikan gambar diri, seseorang harus bersedia menyangkal diri (Mat. 16:24). Menyangkal diri adalah kesediaan untuk membuang konsep dan segala asumsinya mengenai kehidupan ini; asumsi mengenai keberhasilan, kebahagiaan dan lain sebagainya. Seperti yang telah dijelaskan bahwa konsep mengenai kehidupan sangat memengaruhi seseorang membangun gambar dirinya. Hanya dengan penyangkalan diri maka gambar diri yang salah bisa diganti.  Penyangkalan diri artinya bersedia menanggalkan gambar diri yang salah yang tertanam dalam benaknya. Gambar diri ini diperoleh dari apa yang didengar dan dilihat pada orang tua dan lingkungannya. Semua itu membangun konsep gambar diri seseorang. Selama ini yang dipahami sebagai penyangkalan diri adalah sikap yang menolak perbuatan salah yang dikategorikan sebagai pelanggaran moral, dan kesediaan melakukan hukum yang dianggap sebagai standar moral. Ini sebenarnya belum bisa dikatakan sebagai penyangkalan diri, tetapi hanya sebuah pertarakan. Penyangkalan diri adalah sikap yang menolak semua filosofi hidup yang dipahami oleh orang tua dan lingkungan, yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Bahkan terhadap filosofi yang kelihatannya baik, santun, beradab dan tidak menyalahi hukum secara umum. Kita harus memiliki prinsip bahwa kehidupan tidak seperti Yesus bukanlah gambar diri yang benar. Filosofi hidup yang diwariskan kepada kita pada umumnya adalah perjuangan untuk meraih keberhasilan melalui sekolah, kuliah, berkarir, berdagang, mencari nafkah dengan berbagai profesi, menikah, mempunyai anak, membesarkan anak, mencari menantu, ikut membesarkan cucu dan lain sebagainya.

 Perbandingan Nilai Waktu | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Durasi hidup manusia, sesuai dengan kitab Mazmur, adalah tujuh puluh tahun. Tujuh puluh tahun tersebut menentukan nasib atau keberadaan seseorang di kekekalan. Bisa dimengerti kalau Paulus berjuang untuk mencapai perkenanan Tuhan di singkat umur hidupnya, sebelum kemah tubuhnya dibongkar oleh Allah (2Kor. 5:1-3; 9-10). Paulus menulis bahwa penderitaan ringan yang sekarang ini (berkisar 70 tahun), mengerjakan bagi orang percaya kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar daripada penderitaan itu (Rm. 8:18). Dalam pernyataan Paulus di Roma 8:18 tersebut, Paulus membuat perbandingan antara penderitaan yang dialaminya sekarang (berkisar 70 tahun) dengan kemuliaan yang akan diperolehnya. Kalau tujuh puluh tahun dibanding dengan tujuh juta tahun, maka satu detiknya sangat berarti untuk mengerjakan kemuliaan di tujuh juta tahun. Kalau tujuh puluh tahun dibanding dengan tujuh milyar tahun, maka satu detiknya lebih sangat berarti untuk mengerjakan kemuliaan selama tujuh milyar tahun. Kalau tujuh puluh tahun dibanding dengan tujuh trilyun tahun, maka satu detiknya lebih jauh sangat berarti untuk mengerjakan kemuliaan selama tujuh trilyun tahun. Dan kalau tujuh puluh tahun dibanding dengan kekekalan, maka satu detiknya untuk mengerjakan kemuliaan kekal tersebut bernilai tak terhingga.  Dengan demikian setiap detik waktu hidup kita memiliki nilai yang tidak terhingga yang harus kita hargai. Mata perhatian kita tidak boleh hanya memandang saat-saat terakhir hidup ini, dan menilainya seakan-akan lebih berarti dibanding waktu lain di perjalanan hidupnya; seolah-olah hanya saat-saat terakhir yaitu tahun, bulan, minggu, hari, jam, menit dan detik-detik terakhir yang menentukan nasib kekalnya. Yang menentukan nasib kekal manusia bukan hanya akhir perjalanan hidupnya tetapi sepanjang perjalanan hidupnya. Kalau di awal perjalanan hidupnya sudah salah melangkah, maka sangat besar kemungkinan pada pertengahan menjadi sulit untuk benar, apalagi di akhir perjalanan hidupnya. Awalnya benar saja belum tentu pertengahannya benar. Apalagi kalau awalnya salah, maka kesalahan tersebut bisa berlanjut terus sampai akhir. Harus diingat bahwa tidak seorang pun tahu kapan detik terakhir hidupnya. Setiap detik adalah momentum (kairos) yang berharga yang memuat pelajaran rohani yang berharga, sesuai dengan jadwal pembentukan yang Tuhan susun seperti kurikulum (kronos). Dalam membangun wajah Tuhan Yesus di dalam diri kita, atau membangun gambar diri sesuai kehendak dan rancangan Allah, Allah menggunakan setiap kesempatan. Itulah sebabnya Firman Tuhan menyatakan bahwa kita harus menggunakan waktu yang ada, sebab hari-hari ini adalah jahat (Ef. 5:16). Satu detik memiliki arti yang sangat berharga, karena itu bagian dari durasi (hora), urut-urutan (kronos) dan kesempatan (kairos) yang Tuhan berikan. Bila manusia menggunakan waktu dengan baik maka waktu itu membawanya kepada kemuliaan. Harus kita ingat bahwa waktu (hora) kita makin berkurang, kesempatan-kesempatan (kairos) dapat berlalu tanpa hasil dan urut-urutan (kronos) pembentukan Tuhan atas kita menjadi sia-sia. Kesalahan banyak orang Kristen dewasa ini adalah kecenderungan menyelesaikan segala sesuatu secara instant (cepat dan mendadak). Mereka berpikir kedewasaan rohani menemukan atau gambar diri sesuai kehendak dan rancangan Allah dapat dicapai dalam waktu yang singkat. Mereka juga berpikir bahwa ketidakmustahilan bagi Tuhan juga berlaku dalam mengubah karakter seseorang secara cepat dan ajaib. Dalam hal ini mereka berpikir bahwa perubahan karakter dapat terjadi melalui mukjizat. Bisa dimengerti kalau ada pelayanan pelepasan yang mengusahakan bisa membuat seseorang bisa menjadi tidak pemarah, tidak berzina dan lain sebagainya, melalui pelayanan pelepasan dalam waktu singkat. Ini adalah salah. Betapa berharganya waktu kita. Detik demi detik berlalu, Tuhan selalu menunggu anak-anak-Nya untuk menggunakan kesempatan hidup ini untuk meraih berkat kesulungan.

 Perjuangan | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Mengapa di kalangan orang Kristen terdapat pemahaman bahwa yang penting adalah akhir perjalanan? Harus diakui ada suatu pengertian yang salah mengenai keselamatan yang ada dalam pikiran banyak orang Kristen. Keselamatan dianggap begitu murahan dan gampangan (Luk. 13:22-30). Inilah yang menyebabkan banyak orang Kristen memiliki hidup kerohanian yang tidak bermutu. Dari pernyataan-pernyataan Tuhan di perikop ini (Luk. 13:22-30) jelaslah dapat disimpulkan bahwa “keselamatan bukan sesuatu yang gampangan dan murahan”. Perhatikan ucapan Tuhan Yesus: Berjuanglah! Kata ini dalam teks aslinya adalah agonizeste artinya struggle atau strive (berjuang atau berusaha dengan keras). Pengertiannya yang lain adalah labor fervently (bekerja dengan bersemangat atau bernyala-nyala). Pemahaman keselamatan yang salah disebabkan pula oleh interpretasi yang salah terhadap fragmen di kayu salib, yaitu keselamatan yang diterima oleh salah satu penjahat di samping salib Tuhan Yesus (Luk. 23:39-43). Salah satu penjahat di sam-ping salib Tuhan Yesus hanya mengucapkan kalimat: “Ingatlah aku kalau Engkau datang sebagai Raja”, ia sudah selamat. Banyak orang tidak memahami bahwa penjahat tersebut memiliki “sikap hati yang luar biasa”, yang karenanya ia layak menerima anugerah diperkenan masuk Firdaus. Beberapa hal yang menunjukkan sikap hatinya nampak dalam beberapa pernyataan yang diucapkan di kayu salib tersebut: Pertama, penjahat ini mengakui bahwa Tuhan Yesus adalah Mesias, Sang Juruselamat dan Yesus berkuasa menyelamatkan dirinya di kekekalan setelah kematian. Ia percaya bahwa Yesuslah Raja di dunia yang akan datang. Kedua, pada saat orang-orang meninggalkan Tuhan Yesus, bahkan murid-murid Yesus menyangsikan kemesiasan-Nya, justru ia satu-satunya yang masih percaya kepada Tuhan Yesus pada waktu itu. Menjadi bahan renungan kita: Apakah kita masih bisa mempertahankan iman Kristen dalam keadaan terjepit atau bisa-bisa menyangkal Yesus seperti Petrus? Kesetiaan sampai akhirlah yang menentukan keselamatan seseorang, tetapi ini tidak hanya ditentukan oleh menit-menit terakhir hidup kita. Kemenangan petinju bukan hanya pada menit-menit terakhir ketika ada di ring tinju, tetapi hari-hari panjang pada waktu ia mempersiapkan diri bertinju di ring tinjunya. Ketiga, penjahat ini menerima dengan rela hukuman salib terhadap dirinya. Ia merasa bahwa ia pantas menerimanya. Ini menunjuk pengakuan dosanya yang tulus dan jujur. Sukar mengatakan bahwa penjahat ini tidak bertobat. Inilah pertobatan yang sesungguhnya, bukan bertobatan yang semu. Tidak mungkin sikap hati seperti ini dapat dimilikinya secara mendadak. Tentu ia telah membangunnya melalui detik, menit, jam, hari, minggu, bulan dan tahun-tahun yang panjang. Apa yang dilakukan penjahat ini adalah peta perjalanan yang telah dilaluinya. Besar kemungkinan penjahat yang satu ini bukan penjahat kriminal, tetapi penjahat politik di mata penjajah, yaitu kekaisaran Roma. Oleh sebab itu, harus diperhatikan bahwa detik terakhir penjahat ini bukan merupakan penentu satu-satunya  keselamatannya. Dari sikap penjahat yang baik ini kita menemukan suatu gambar diri yang melayakkan ia dibawa ke Firdaus, sedang-kan penjahat yang tidak baik memiliki gambar diri yang tidak layak dibawa ke Firdaus. Penjahat yang buruk, ikut mencemooh Tuhan Yesus dan mencoba untuk memanfaatkan Tuhan Yesus. Penjahat yang buruk ini tidak menghormati Tuhan Yesus. Pelajaran berharga lain yang dapat kita peroleh dari penjahat yang baik di samping salib Tuhan itu adalah pernyataan-pernyataannya di kayu salib, di mana ia menunjukkan hormatnya kepada Tuhan Yesus (Luk. 23:39-43). Rupanya penjahat ini sudah mengenal Tuhan Yesus sebelum penyaliban mereka. Itulah sebabnya ia dapat membela Tuhan Yesus dan mengatakan bahwa Yesus tidak bersalah. Hal ini bukan diperolehnya dalam sehari, tetapi tahun-tahun yang panjang dalam perjuangan yang benar-benar serius. Penjahat yang baik ini tidak mempersoalkan masalah dunia fana,

 Seluruh Perjalanan Hidup | File Type: audio/mpeg | Duration: 9:43

Sering kita mendengar orang berkata dan bermoto, bahwa bukan awal perjalanan yang menentukan tetapi akhir perjalanan. Karena hampir semua orang setuju dengan pernyataan tersebut, banyak orang Kristen pun ikut-ikutan setuju terhadap pemikiran tersebut. Apakah pernyataan ini benar? Apakah akhir perjalanan hidup seseorang yang menentukan segalanya. Pernyataan tersebut mengesankan bahwa hanya saat-saat terakhir kehidupan seseorang yang menentukan nasib kekalnya. Bila konsep ini dibenarkan, maka ada kecenderungan untuk tidak mulai berjaga-jaga mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum mendekati hari kematian atau menghadap takhta pengadilan Tuhan. Tidak heran kalau ada orang-orang yang menunda pertobatannya, baginya yang penting di hari tua atau saat-saat terakhir sebelum meninggal mau bertobat dan membenahi diri dengan baik. Hal tersebut adalah sebuah kecerobohan, sebab seseorang tidak pernah tahu kapan saat terakhir hidupnya. Itulah sebabnya Tuhan jarang sekali memberitahu kapan seseorang dipanggil-Nya pulang. Hal ini paralel dengan hari kedatangan Tuhan. Tidak seorang pun tahu kapan kedatangan-Nya yang kedua kali untuk menyudahi sejarah dunia ini (Mat. 24:36; Kis. 1:7). Kalau manusia tahu hari kedatangan-Nya, maka sikap berjaga-jaga yang benar tidak dimiliki secara benar. Pertobatan seseorang pun juga tidak benar. Sebenarnya yang menentukan “nasib kekal seseorang” bukan hanya akhir perjalanan hidupnya, tetapi juga awal, pertengahan dan seluruh perjalanan hidupnya. Hendaknya kita tidak berpikir bahwa awal dan pertengahan perjalanan hidup tidak terlalu penting. Sesungguhnya, seluruh waktu yang tersedia yang Tuhan berikan dalam perjalanan hidup ini adalah kesempatan untuk bersiap-siap bertemu dengan Hakim Agung. Ini berarti setiap saat seseorang harus siap menghadap Tuhan untuk mempertanggungjawabkan seluruh kehidupannya selama di dunia (2Kor. 5:9-10). Bagi orang percaya pertanggungan jawabnya adalah apakah telah menemukan gambar diri yang Allah kehendaki. Di sinilah letak keberkenanan di hadapan Allah. Untuk meraih hal ini orang percaya harus memanfaatkan setiap detik waktunya guna pengembangan diri untuk sempurna seperti Bapa. Dalam bahasa Yunani ada beberapa kata yang dapat diterjemahkan “waktu” dalam bahasa Indonesia. Pertama hora. Kata ini menunjuk kepada waktu dalam pengertian durasinya (panjang pendeknya, lama singkatnya). Kita harus memperhatikan bahwa durasi waktu hidup kita sangat singkat. Durasi waktu itu merupakan kesempatan untuk merubah diri menjadi pribadi yang Tuhan kehendaki. Dalam tujuh puluh tahun umur hidup ini, seseorang harus menemukan gambar dirinya sesuai dengan kehendak Tuhan. Porsi waktu yang diberikan Tuhan sudah tertentu, hal ini harus menjadi sesuatu yang menggetarkan jiwa kita. Kata kedua adalah kronos. Kronos artinya waktu dalam pengertian urut-urutannya. Kata ini menjadi kronologi dalam Bahasa Indonesia. Dalam kebijaksanaan Tuhan, Tuhan telah merancang segala sesuatu indah. Rancangan Tuhan tersebut seperti kurikulum mahasiswa yang dirancang agar mahasiswa dapat menjadi lulusan yang berkualitas. Melalui urut-urutan peristiwa dalam kehidupan ini, seorang anak Allah dibentuk agar menemukan gambar dirinya yang benar menurut Pencipta-Nya. Dalam hal ini, Allah bekerja dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia. Sedangkan kata yang ketiga adalah kairos. Kairos berarti momentum. Ada saat-saat yang berharga dan sangat berarti dalam kehidupan ini di mana Tuhan menggarap seseorang. Momentum-momentum tersebut merupakan vitamin jiwa yang merubah warna jiwa seseorang menjadi seperti yang Tuhan mau. Warna jiwa inilah yang menentukan kualitas gambar diri seseorang. Dalam hal ini juga, Allah bekerja dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia. Tiga kata untuk waktu ini (hora, kronos dan kairos) mengisyaratkan bahwa seluruh perjalanan waktu hidup ini penting. Bukan hanya awal perjalanan yang penting tetapi juga seluruh hora...

 Makhluk Yang Mengenal Dirinya | File Type: audio/mpeg | Duration: 9:24

Hanya manusia makhluk yang memiliki kemampuan untuk mengenal dirinya sendiri dan kemampuan menentukan keadaannya. Makhluk lain tidak ada yang memiliki kemampuan ini. Belajar mengenal diri dan memahami bagaimana seharusnya menjadi manusia yang sesuai rancangan Penciptanya, sebenarnya sama dengan usaha untuk memanusiakan manusia, sebab kejatuhan manusia ke dalam dosa membuat manusia telah tidak menjadi manusia seperti yang dikehendaki Penciptanya. Sejatinya, kalau kita melihat kehidupan sebagian besar manusia hari ini, kita tidak menemukan manusia yang sesungguhnya yang dikehendaki oleh Allah. Manusia yang ada sekarang adalah manusia produk gagal. Kegagalan itu bukan karena Penciptanya, tetapi karena manusia itu sendiri. Kerusakan produk ini dimulai dari Adam dan Hawa yang tidak menuruti kehendak serta rancangan Allah. Manusia yang dikehendaki Tuhan adalah manusia yang memiliki gambar diri seperti yang Tuhan kehendaki. Jadi, kalau manusia belum menjadi manusia seperti yang dikehendaki Tuhan berarti ia belum menjadi manusia yang ideal menurut Tuhan.  Sebelum Tuhan menciptakan manusia, Tuhan telah membuat rancangan mengenai “model” manusia yang diinginkan-Nya. Tidak mungkin Tuhan menciptakan tanpa rancangan. Seperti yang diinformasikan Alkitab bahwa dalam penciptaan manusia, Tuhan menciptakan dengan musyawarah (Kej. 1:26). Manusia dirancang untuk menjadi pribadi menurut rupa dan gambar Allah sendiri. Manusia juga diciptakan dalam keadaan bisa menentukan nasib dan masa depannya. Manusia memiliki kehendak bebas. Keadaan inilah yang membuat manusia memiliki keputusan dan pilihannya sendiri. Ternyata manusia memilih menjadi produk yang gagal. Selain mengenal dirinya sendiri, manusia juga mampu merubah diri dan mengubah keadaan sekelilingnya. Itulah sebabnya kalau kita belajar mengenai gambar diri, hal ini dimaksudkan agar kita bukan saja mampu mengenal diri kita sendiri, tetapi juga mengusahakan diri agar menjadi manusia seperti yang dikehendaki oleh Tuhan Sang Pencipta sehingga mampu mengubah keadaan, mengubah keadaan diri kita dan lingkungan kita, baik manusia maupun alamnya. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah mengenal diri dengan jujur, memahami bagaimana manusia yang dikehendaki Tuhan. Seorang yang belajar mengenal siapa dirinya (siapa manusia), berarti ia bersedia menerima panggilan untuk bertobat dan diperbaharui agar menjadi manusia yang sesuai dengan rancangan-Nya. Semua orang pasti memiliki konsep gambar diri di dalam hidupnya dan harapan atau cita-cita akan menjadi apa dirinya nanti. Dari seluruh sikap hidup seseorang, apa yang dihasrati dan cita-citanya nampaklah konsep gambar dirinya. Sulitlah seseorang menyembunyikan konsep gambar dirinya di mata manusia lain. Di sini sebenarnya gambar diri seseorang akan sangat mudah terbaca oleh sesamanya. Berkenaan dengan hal ini, Tuhan Yesus berkata bahwa dari buahnya kita mengenal seseorang (Mat. 7:16). Dari seluruh tindakan hidup seseorang nampak peta kehidupan seseorang. Gambar diri seseorang juga tidak bisa dipisahkan dari pemahamannya mengenai kehidupan. Konsepnya mengenai kehidupan yang dimiliki seseorang sangat memengaruhi dan menentukan gambar dirinya. Ide-ide yang diserap seseorang akan menjadi pemikiran dan pemikiran akan menjadi sebuah konsep. Konsep yang dimiliki merupakan substansi dari jiwa yang membangun gambar diri. Misalnya, kalau seseorang menganggap bahwa nilai tertinggi kehidupan adalah harta, maka ketika memiliki banyak harta maka ia merasa dirinya sukses atau terhormat. Kalau ia miskin, maka ia merasa diri gagal, tidak berarti dan bisa-bisa minder. Selanjutnya, ia akan memburu kekayaan agar ia menjadi “sosok orang kaya”, sebab baginya menjadi orang kaya adalah bentuk keberhasilan kehidupan. Ketika Tuhan Yesus mengajarkan kebenaran, maka kebenaran itu membangun konsep gambar diri yang benar menurut Tuhan dan apa yang Tuhan kehendaki; bisa menjadi apa setiap individu menurut Dia atau sesuai dengan rencana-Nya.

 Mengarahan Hidup | File Type: audio/mpeg | Duration: 9:34

Semua orang berjuang untuk menjadi seseorang seperti yang diidolakannya. Idola manusia pada umumnya adalah menjadi orang yang berlimpah harta, berpendidikan tinggi, berpangkat, berpenampilan menarik, cantik atau ganteng, terkenal, dan lain sebagainya. Hal ini bukan saja terjadi dalam kehidupan orang-orang kafir, tetapi juga orang-orang beragama termasuk orang-orang Kristen yang tidak mengenal kebenaran. Dengan cara dan gaya hidup seperti ini mereka tidak memikirkan Tuhan dan Kerajaan-Nya. Mereka hanya memikirkan dunia ini dengan segala kesenangannya. Ini berarti mereka hanya membangun kerajaannya sendiri. Percuma mereka mengucapkan kalimat Doa Bapa Kami: datanglah kerajaan-Mu. Dari kecil setiap anak manusia sudah dijejali obsesi-obsesi dan segala cita-cita orang tua. Sehingga hidup mereka terpola berpusat kepada diri sendiri atau berpusat kepada manusia (anthropocentris). Seharusnya orang tua membimbing anak-anak menemukan rencana Allah dalam hidup mereka secara khusus. Bukan memaksakan kehendaknya sendiri kepada anak-anak. Harus diingat bahwa anak-anak adalah milik pusaka Tuhan yang dipercayakan kepada orang tua. Orang tua harus menuntun anak-anak sesuai dengan kehendak Pemiliknya. Begitu seorang anak manusia terlahir dan membuka mata, maka ia sudah menerima masukan nilai-nilai kehidupan. Nilai-nilai di sini artinya ukuran yang digunakan untuk menilai apakah sesuatu itu berharga, berkualitas tinggi dan bernilai atau sebaliknya. Nilai-nilai ini terbangun secara permanen dalam kehidupan sejak kanak-kanak. Itulah yang mengarahkan peta hidup seseorang. Gambar diri yang dibangun oleh seseorang untuk dapat diwujudkan secara konkret dalam kehidupan ini pada umumnya adalah menjadi sosok yang dikagumi, dipuja dan dihormati manusia lain. Kalau orang tua sudah mengarahkan anak-anak kepada suatu nilai, maka ke arah itu anak tersebut menujukan hidupnya. Kalau orang tua mengajarkan bahwa uang adalah nilai tertinggi kehidupan maka anak-anak akan berusaha menjadi kaya secara materi. Kalau orang tua sudah mengarahkan bahwa gelar adalah nilai tertinggi kehidupan, maka anak-anak akan mengarahkan hidupnya pada dunia akademis untuk meraih gelar tertentu. Banyak orang mati dalam dosa dan kegelapan, tahun-tahun umur hidupnya hanya digunakan untuk membangun gambar diri yang salah. Inilah yang disebut “disorientasi” yaitu hidup dengan fokus yang salah. Hal ini yang menyeret seseorang hidup dalam kesia-siaan (Pkh. 1:2). Menjadi pintar, kaya, berkedudukan, terhormat, terkenal sebenarnya tidak salah, tetapi masalahnya adalah untuk apakah semua itu? Bila prestasi kehidupan ini hanya untuk supaya dikagumi manusia lain dan berharap bisa menikmati kebahagiaan, maka ini adalah suatu penyesatan. Tuhan Yesus menyatakan bahwa apa yang dikagumi manusia dibenci oleh Allah (Luk. 16:15) dan hidup manusia tidak tergantung dari kekayaannya (Luk. 12:15). Selanjutnya Alkitab juga mengajarkan agar orang percaya tidak boleh menjadi sama dengan dunia ini (Rm. 12:2). Kalau gereja sendiri membanggakan prestasi manusia secara keliru, misalnya menghormati orang kaya, membanggakan gelar dan lain sebagainya, maka jemaat menjadi semakin tersesat. Di lingkungan dunia mereka sudah menjadi sesat, kemudian gereja pun semakin memantapkan kesesatan itu. Kebodohan banyak manusia hari ini adalah tidak mengerti apa hidup itu, mereka hanya mengerti apa kebutuhan fisiknya, mereka tidak mengerti apa manusia itu dan bagaimana seharusnya menyelenggarakan hidupnya. Mereka hanya berusaha mencapai apa yang diidolakan. Tentu mereka tidak belajar mengenal Allah. Mereka mengukur orang lain dengan ukuran yang salah, sesuai dengan kehidupan yang diidolakan. Tidak sedikit pelayan jemaat yang sebenarnya masih mengidola sesuatu, seperti menjadi pendeta besar, teolog yang terhormat di lingkungan akademis Sekolah Teologi, terhormat di kalangan para rohaniwan, menjadi pimpinan sebuah sinode dan lain sebagainya. Itulah idola mereka. Mereka pasti belum mengerti kasih yang sesungguh...

 Sikap Terhadap Fakta Keunikan Individu | File Type: audio/mpeg | Duration: 9:16

Kita harus merenungkan bahwa tidak ada dua orang yang sama di jagad raya ini, itu berarti Tuhan menciptakan setiap individu sangat khusus. Masing-masing individu diciptakan Tuhan dalam keadaan yang unik dan istimewa. Hal itu harus diterima sebagai hal yang luar biasa.  Hal ini, jika dihayati dengan benar, akan membangkitkan kekaguman terhadap Tuhan. Terkait dengan hal ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan: Pertama, hendaknya kita tidak membandingkan diri kita dengan orang lain. Sebab memang masing-masing individu tidak ada bandingannya. Karena setiap individu berkeadaan unik dan istimewa, maka tidak bisa dibandingkan dengan individu lain, siapa pun. Orang yang membandingkan dirinya dengan orang lain adalah orang yang tidak mengerti dan tidak menerima kebesaran serta keagungan Tuhan yang menciptakan setiap individu dengan keunikan dan keistimewaannya sendiri. Bila seseorang memahami hal ini, maka ia juga tidak menjadi sombong dan merasa lebih dari orang lain, walaupun memiliki keberadaan yang secara umum dipandang lebih dari orang lain. Dengan kesadaran ini, maka ia juga mengakui bahwa setiap orang memiliki keistimewaan masing-masing. Jika demikian, maka ia tidak akan memandang rendah orang lain. Kesadaran bahwa Tuhan menciptakan setiap individu sangat unik dan istimewa, akan membuat kita tidak akan menghina orang lain. Tindakan merendahkan atau menghina orang lain ini, merupakan penghinaan kepada Tuhan yang telah memberikan porsi masing-masing dengan bijaksana. Dengan menyadari kebenaran ini, kita juga tidak menjadi rendah diri atau minder kalau keadaan diri kita berbeda dengan orang lain. Berbeda bukan berarti selalu lebih rendah atau lebih tinggi, lebih baik atau lebih buruk. Karena ukuran yang dikenakan manusia pada umumnya adalah salah, maka banyak orang di satu pihak merasa lebih dari orang lain dan menjadi sombong, tetapi di pihak yang lain menjadi rendah diri atau minder. Kompensasi orang minder itu bermacam-macam, ada yang makin sombong, tetapi ada yang semakin tidak memiliki keyakinan diri. Orang seperti ini tidak memiliki integritas. Kedua, hendaknya kita tidak berusaha menjadikan diri kita seperti orang lain. Apa yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adalah proses meniru. Dari generasi ke generasi proses ini berlangsung secara otomatis. Pola pikir dan gaya hidup seseorang pada umumnya meniru apa yang sudah dilakukan orang sebelumnya dan apa yang dilihat dari lingkungannya. Ini yang disebut oleh Petrus sebagai cara hidup yang diwariskan oleh nenek moyang (1Ptr. 1:18-19). Inilah proses membangun gambar diri yang yang salah. Setiap kita harus menjadi seperti yang Tuhan kehendaki, sebab kita masing-masing adalah orisinal, oleh sebab itu hendaknya tidak menjadi salinan. Setiap kita dilahirkan orisinal sesuai dengan rancangan khusus Tuhan, jangan mati sebagai salinan. Salinan artinya tidak menjadi seperti yang Allah rancang. Oleh sebab itu, kita harus tetap dalam pembentukan Tuhan yang memberi kita keadaan khusus, sampai kita menjadi bejana seperti yang Tuhan kehendaki (Yer. 18:4). Tuhan memandang dapat menjadi seperti apa kita kelak (Yoh. 1:42). Ketiga, hendaknya kita menemukan tempat kita untuk mengabdi kepada Tuhan. Hal ini bertalian dengan bakat yang Tuhan berikan kepada kita masing-masing. Oleh sebab itu, setiap orang menemukan pemberian khusus yang Tuhan berikan agar ia dapat mengembangkannya. Dengan demikian ia mengabdi kepada Tuhan, sebab dengan mengembangkan pemberian khusus dan mempersembahkan bagi kepentingan bersama itulah ibadah yang sejati. Tuhan Yesus mengatakan dalam Yohanes 4:34. Kata Yesus kepada mereka: Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Kata menyelesaikan adalah teleioso, dalam bahasa Inggris diterjemahkan to fullfil atau finish. Dalam Bahasa Indonesia berarti menyelesaikan atau menyempurnakan. Keistimewaan yang Tuhan berikan kepada kita harus kita syukuri,

Comments

Login or signup comment.