Truth Daily Enlightenment show

Truth Daily Enlightenment

Summary: Renungan harian berisi intisari pengajaran aplikatif yang disampaikan oleh Pdt. Dr. Erastus Sabdono, dengan tujuan melengkapi bangunan berpikir kita mengenai Tuhan, kerajaan-Nya, kehendak-Nya dan tuntunan-Nya untuk hidup kita. A daily devotional containing a brief teaching along with the applications, read by Dr. Erastus Sabdono. The messages will equip you and bring you to better understand God, His kingdom, His will, and His guidance in our lives.

Join Now to Subscribe to this Podcast

Podcasts:

 Bukan To Do Tapi To Be | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Ada gereja-gereja yang memiliki tujuan pelayanan agar jemaat diberkati Tuhan dalam usahanya, bisnis atau pekerjaannya menjadi maju, keluarga harmonis, anak-anak berhasil dalam studi dan karir, serta mendapat jodoh yang baik sesuai kemauan orang tua, semua anggota keluarga sehat-sehat, kalau ada yang sakit segera Tuhan sembuhkan, bila ada persoalan dalam kehidupan Tuhan segera menolong, hidup bisa dijalani lebih mudah dan bisa membuktikan kepada masyarakat bahwa anak-anak Allah itu beruntung seperti yang mereka lihat dengan ukuran keberhasilan yang dipaparkan tersebut. Kelihatannya tujuan pelayanan ini benar, tetapi sebenarnya salah. Tujuan pelayanan bukanlah pemenuhan kebutuhan jasmani. Untuk pemenuhan kebutuhan jasmani, manusia tanpa agama pun bisa mengatasinya. Mereka yang bukan orang Kristen dapat mempertahankan hidup (survive), bahkan bisa lebih maju dan berlimpah dalam pemenuhan kebutuhan jasmani. Orang-orang tanpa Kristus pun dapat mempertahankan hidupnya, walau ada di suatu wilayah yang sering dihampiri gempa, sumber alam yang terbatas dan berbagai kesulitan lain. Tetapi mereka dapat membangun negara yang maju dan masyarakat yang makmur. Harus diingat Bapa adalah Allah yang adil, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar (Mat. 5:45). Pemenuhan kebutuhan jasmani dan hidup rumah tangga haruslah diselesaikan dengan tanggung jawab. Bila seseorang hendak hidup layak, memiliki sandang, pangan dan papan yang memadai, maka ia harus bekerja keras, rajin, jujur, hemat, serta menegakkan pinsip ekonomi yang baik. Kalau orang tidak mengenal Allah bisa “diberkati”, terlebih lagi anak-anak Allah, pasti diberkati oleh Tuhan. Kalau seseorang mau sehat, ia harus menjaga kesehatan dengan pola makan yang baik, olah raga, tidur teratur dan pola hidup yang tertib. Kalau seseorang mau memiliki keluarga yang harmonis maka ia harus menegakkan prinsip-prinsip hidup berkeluarga seperti yang Tuhan ajarkan. Pemenuhan kebutuhan jasmani yang seharusnya dijawab dengan tanggung jawab, tidak boleh dijawab dengan doa seorang pendeta. Tujuan pelayanan yang salah seperti yang dikemukakan di atas bisa membuat rencana Tuhan tidak dikenali oleh umat-Nya. Banyak orang Kristen tidak mengenali apa isi dan tujuan kehidupan yang dikehendaki oleh Bapa di surga. Bertahun-tahun mereka menjadi orang Kristen, bahkan turut serta mengambil bagian dalam pelayanan, tetapi belum mengerti bagaimana seharusnya hidup sebagai anak tebusan Tuhan yang benar. Anak tebusan adalah mereka yang berkategori bukan berasal dari dunia ini, dimuridkan untuk mewarisi Kerajan Surga.   Banyak aktivitas rohani dan kegiatan gereja yang disebut sebagai pelayanan, ternyata bukan atau belum benar-benar menyentuh esensi pelayanan yang Tuhan Yesus maksudkan. Esensi pelayanan yang Tuhan ajarkan adalah bagaimana setiap orang yang sudah percaya kepada Tuhan Yesus menerjemahkan percayanya dalam perbuatan seperti teladan iman Abraham (iman tanpa perbuatan seperti tubuh tanpa roh) antara lain: Pertama, memindahkan hati dari dunia ini ke dalam Kerajaan Surga, ini berarti tidak mengharapkan memiliki dan menikmati dunia seperti anak-anak dunia menikmatinya, sebab di mana ada harta kita, di situ hati kita berada (Mat. 6:19-22). Harus diingat bahwa “cinta uang adalah akar segala kejahatan” (1Tim. 6:10). Kekayaan membuat seseorang tidak akan dapat mengerti Firman Tuhan (Mat. 13:22-23; Luk. 16:11 kata harta yang sesungguhnya di ayat ini adalah alethinos, yang berarti kebenaran). Kedua, memberi diri sepenuhnya bagi proses pendewasaan agar Tuhan bisa meng“kloning” orang percaya sampai stage memperagakan pribadi Kristus, bukan hanya seperti Yesus, tetapi memperagakan kehidupan Yesus (Gal. 2:19-20). Dalam hal ini setiap orang percaya harus hidup tidak bercela dalam kesucian seperti yang Tuhan Yesus teladankan. Menjadi orang saleh di mata Tuhan adalah tujuan pelayanan yang ...

 Tujuan Pelayanan Yang Tidak Tepat | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Ada gereja-gereja yang memiliki tujuan pelayanan agar jemaat diberkati Tuhan dalam usahanya, bisnis atau pekerjaannya menjadi maju, keluarga harmonis, anak-anak berhasil dalam studi dan karir, serta mendapat jodoh yang baik sesuai kemauan orang tua, semua anggota keluarga sehat-sehat, kalau ada yang sakit segera Tuhan sembuhkan, bila ada persoalan dalam kehidupan Tuhan segera menolong, hidup bisa dijalani lebih mudah dan bisa membuktikan kepada masyarakat bahwa anak-anak Allah itu beruntung seperti yang mereka lihat dengan ukuran keberhasilan yang dipaparkan tersebut. Kelihatannya tujuan pelayanan ini benar, tetapi sebenarnya salah. Tujuan pelayanan bukanlah pemenuhan kebutuhan jasmani. Untuk pemenuhan kebutuhan jasmani, manusia tanpa agama pun bisa mengatasinya. Mereka yang bukan orang Kristen dapat mempertahankan hidup (survive), bahkan bisa lebih maju dan berlimpah dalam pemenuhan kebutuhan jasmani. Orang-orang tanpa Kristus pun dapat mempertahankan hidupnya, walau ada di suatu wilayah yang sering dihampiri gempa, sumber alam yang terbatas dan berbagai kesulitan lain. Tetapi mereka dapat membangun negara yang maju dan masyarakat yang makmur. Harus diingat Bapa adalah Allah yang adil, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar (Mat. 5:45). Pemenuhan kebutuhan jasmani dan hidup rumah tangga haruslah diselesaikan dengan tanggung jawab. Bila seseorang hendak hidup layak, memiliki sandang, pangan dan papan yang memadai, maka ia harus bekerja keras, rajin, jujur, hemat, serta menegakkan pinsip ekonomi yang baik. Kalau orang tidak mengenal Allah bisa “diberkati”, terlebih lagi anak-anak Allah, pasti diberkati oleh Tuhan. Kalau seseorang mau sehat, ia harus menjaga kesehatan dengan pola makan yang baik, olah raga, tidur teratur dan pola hidup yang tertib. Kalau seseorang mau memiliki keluarga yang harmonis maka ia harus menegakkan prinsip-prinsip hidup berkeluarga seperti yang Tuhan ajarkan. Pemenuhan kebutuhan jasmani yang seharusnya dijawab dengan tanggung jawab, tidak boleh dijawab dengan doa seorang pendeta. Tujuan pelayanan yang salah seperti yang dikemukakan di atas bisa membuat rencana Tuhan tidak dikenali oleh umat-Nya. Banyak orang Kristen tidak mengenali apa isi dan tujuan kehidupan yang dikehendaki oleh Bapa di surga. Bertahun-tahun mereka menjadi orang Kristen, bahkan turut serta mengambil bagian dalam pelayanan, tetapi belum mengerti bagaimana seharusnya hidup sebagai anak tebusan Tuhan yang benar. Anak tebusan adalah mereka yang berkategori bukan berasal dari dunia ini, dimuridkan untuk mewarisi Kerajan Surga.   Banyak aktivitas rohani dan kegiatan gereja yang disebut sebagai pelayanan, ternyata bukan atau belum benar-benar menyentuh esensi pelayanan yang Tuhan Yesus maksudkan. Esensi pelayanan yang Tuhan ajarkan adalah bagaimana setiap orang yang sudah percaya kepada Tuhan Yesus menerjemahkan percayanya dalam perbuatan seperti teladan iman Abraham (iman tanpa perbuatan seperti tubuh tanpa roh) antara lain: Pertama, memindahkan hati dari dunia ini ke dalam Kerajaan Surga, ini berarti tidak mengharapkan memiliki dan menikmati dunia seperti anak-anak dunia menikmatinya, sebab di mana ada harta kita, di situ hati kita berada (Mat. 6:19-22). Harus diingat bahwa “cinta uang adalah akar segala kejahatan” (1Tim. 6:10). Kekayaan membuat seseorang tidak akan dapat mengerti Firman Tuhan (Mat. 13:22-23; Luk. 16:11 kata harta yang sesungguhnya di ayat ini adalah alethinos, yang berarti kebenaran). Kedua, memberi diri sepenuhnya bagi proses pendewasaan agar Tuhan bisa meng“kloning” orang percaya sampai stage memperagakan pribadi Kristus, bukan hanya seperti Yesus, tetapi memperagakan kehidupan Yesus (Gal. 2:19-20). Dalam hal ini setiap orang percaya harus hidup tidak bercela dalam kesucian seperti yang Tuhan Yesus teladankan. Menjadi orang saleh di mata Tuhan adalah tujuan pelayanan yang ...

 Jiwa Musafir Dan Pelayanan | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Seseorang tidak pernah dapat melayani Tuhan tanpa mengerti apa tujuan pelayanan itu. Untuk mengerti inti tujuan pelayanan seseorang harus memahami inti rencana agung Tuhan. Maksud rencana agung Tuhan adalah menciptakan dunia yang indah dan menempatkan manusia sebagai pengelolanya (Kej. 1-2). Inilah sebenarnya kehendak Sang Khalik langit dan bumi, Tuhan semesta alam. Tuhan adalah seniman agung yang menikmati hasil karya-Nya, maka ia dapat menilai ciptaan-Nya sungguh amat baik (Kej. 1:31). Ia tidak mungkin dapat mengatakan “baik”, kalau Ia tidak menikmatinya. Dalam hal ini ternyata Tuhan juga pribadi penikmat yang memiliki nilai-nilai estetika. Kejatuhan manusia dalam dosa merusak rencana Tuhan dan keindahan ciptaan-Nya. Manusia terpisah dari Tuhan dan bumi terhukum (Kej. 3:1-24; Rm. 3:23). Manusia binasa dan bumi mengalami penurunan grafik kemakmuran, kenyamanan dan keindahan yang akhirnya nanti hancur (2Ptr. 3:10-11). Bumi yang kita diami ini atau bahkan mungkin gugusan Bima Sakti, galaksi di mana planet Bumi berada, suatu hari pasti menjadi lautan api.  Dalam hal ini bukan berarti rencana Allah gagal. Allah tidak pernah gagal dengan apa yang direncanakan (Ayb. 42:2). Tetapi rencana Allah tertunda. Tuhan tetap melaksanakan rencana dan kehendak-Nya tersebut. Tuhan bermaksud menciptakan bumi lain, yaitu langit baru dan bumi yang baru (Yoh. 14:1-3; Why. 21). Inilah proyek akbar dan kekal yang dimiliki oleh Tuhan semesta alam yang harus dipahami oleh setiap umat pilihan. Tidak memahami hal ini, seorang anak Allah, bahkan seorang rohaniwan besar manapun, tidak pernah menjadi manusia yang rohani. Tuhan memilih orang-orang yang menerima anugerah-Nya untuk menempati bumi itu dan memerintah masyarakatnya (Luk. 22:28-30). Jadi pada intinya, panggilan sebagai umat pilihan adalah panggilan untuk menempati langit baru dan bumi yang baru. Panggilan ini pertama diterima oleh Abraham (Kej. 12:1-9; Ibr. 11:8-16). Kekristenan adalah perjalanan untuk belajar menjadi umat Tuhan yang layak bagi Dia agar dapat menerima warisan langit baru dan bumi yang baru tersebut yaitu menjadi anggota keluarga Kerajaan dan dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus. Itulah sebabnya setiap orang percaya harus mengalami pemuridan (Mat. 28:19-20). Pemuridan ini sama dengan pendewasaan rohani yang membuat umat hidup tidak bercacat dan tidak bercela. Oleh sebab itu betapa berharganya panggilan yang Tuhan berikan. Panggilan yang tidak dimiliki oleh orang-orang sebelum zaman Yesus, padahal mereka merindukannya (Luk. 10:23-24). Panggilan ini pasti bukan sesuatu yang sederhana. Pasti ini lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan jasmani, sebab kalau mengenai pemenuhan kebutuhan jasmani, umat Perjanjian Lama lebih makmur dari umat Perjanjian Baru. Dunia dengan segala keindahannya diciptakan Tuhan untuk manusia. Kita harus dapat menikmatinya tetapi tidak boleh diperbudak olehnya. Untuk ini orang harus menyangkal diri. Menyangkal diri artinya menolak semua filosofi hidup manusia pada umumnya dan mengenakan filosofi kehidupan anak-anak Allah (1Ptr. 1:18-19). Filosofi hidup manusia pada umumnya adalah hidup hanya untuk menikmati dunia ini sebagai hal yang utama. Kalau orang sudah menjadikan kenikmatan hidup sebagai hal yang utama, justru ia tidak dapat menikmati keindahan dunia yang diciptakan Tuhan. Tetapi sebaliknya, ketika seseorang melepaskan diri dari belenggu “menjadikan kenikmatan dunia sebagai hal utama”, maka justru ia dapat menikmati dunia ini dengan benar. Sementara ia hidup, pikirannya hanya ditujukan untuk mewarisi langit baru dan bumi yang baru. Untuk panggilan mewarisi langit baru dan bumi yang baru, orang percaya harus belajar melepaskan diri dari segala ikatan. Pertama ikatan dosa, hal ini menyangkut karakter kita yang belum seperti Tuhan kehendaki. Dalam hal ini orang percaya harus sempurna seperti Bapa. Dan yang kedua adalah belenggu dengan keindahan dunia. Belenggu keindahan dunia, sama dengan percintaan dunia.

 Bagi Kemuliaan Allah | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Paulus dalam suratnya menyatakan: Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah (1Kor. 10:31). Banyak pemahaman yang berbeda-beda mengenai apakah yang dimaksud hidup untuk kemuliaan Allah. Di antara pemahaman-pemahaman tersebut antara lain: memuji-muji nama Tuhan di gereja, membuat maju pekerjaan Tuhan dengan berbagai ukuran seperti misalnya: menambah jumlah jemaat, membangun rumah ibadah dan lain sebagainya dan melakukan pelayanan atau pekerjaan gerejani (dari berkhotbah sampai menjadi pengerja gereja, bahkan menjadi pendeta). Banyak orang hidup hanya untuk memiliki sebuah kehidupan seperti yang dikehendaki atau yang diinginkannya. Sedangkan ukuran hidup yang diinginkan adalah gaya hidup manusia di sekitarnya; Sebuah gaya hidup yang jauh dari standar yang Tuhan inginkan. Standar hidup yang dimiliki biasanya antara lain: sekolah, kuliah, berpendidikan dan bergelar, mencari nafkah, menemukan pasangan hidup, punya anak, membesarkan anak, mencari menantu, menjaga cucu, dan lain sebagainya. Jadi banyak orang menjalani hari hidup hanya untuk sebuah standar hidup ini. Standar hidup yang telah diraih diperjuangkan mati-matian tanpa batas. Inilah yang Paulus maksudkan dengan marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati (1Kor. 15:32). Untuk mempertahankan eksistensi kehidupan seperti ini seseorang menjadi orang yang beragama untuk berurusan dengan Tuhan. Tuhan sebagai andalan untuk meraih standar hidup tersebut. Orang-orang seperti ini berurusan dengan Tuhan bukan karena urusan Tuhan, tetapi urusannya sendiri. Cara beragama seperti ini sudah jadi ukuran umum atau standar. Kebanyakan orang Kristen pun juga demikian juga. Kalau seseorang masih berkeadaan demikian, sebab sebagai orang Kristen baru, keadaannya bisa ditolerir; tetapi kalau sudah bertahun-tahun menjadi orang Kristen, hal ini tidak bisa diterima. Pertanyaan yang harus terus disuarakan di dalam hati kita adalah: Apakah peranku dalam rencana penyelamatan umat manusia yang Bapa kehendaki? Tuhan Yesus berkata: Seperti Bapa mengutus Aku, sekarang Aku mengutus kamu (Yoh. 20:21). Menjadi sekutu Tuhan adalah meneruskan karya yang telah dikerjakan Tuhan Yesus. Ini berarti seluruh kegiatan hidup kita hanya diarahkan kepada hal ini. Hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengerti apa yang Tuhan Yesus kerjakan dalam kehidupan-Nya. Kehidupan Tuhan Yesus sepenuhnya dipersembahkan bagi Bapa. Tidak ada yang dikerjakan-Nya untuk maksud lain, kecuali untuk proyek penyelamatan umat manusia yang diemban-Nya. Contoh paling konkret dalam kehidupan pengikut-Nya adalah kehidupan Paulus. Dalam prinsipnya ia berkata: Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah (Flp. 1:21-22). Dimensi hidup Paulus adalah dimensi hidup seorang yang menjadi sekutu Tuhan. Dimensi hidup seperti ini tidak dikenal dalam kehidupan orang beragama pada umumnya. Banyak orang masih pada tataran seorang yang baik, yang beragama, tetapi belum sampai tingkat menjadi sekutu Tuhan. Betapa sulitnya membuka pengertian orang untuk memahami bagaimana seharusnya hidup sebagai sekutu Tuhan. Pada waktu negara menghadapi musuh, sering dibuka pendaftaran bagi sukarelawan untuk menjadi pejuang atau tentara membela negara. Pada waktu seperti itu seseorang dapat menghayati kehidupan sebagai sekutu dan bagian dari suatu bangsa. John F Kennedy mengatakan: “and so, my fellow Americans: Ask not what your country can do for you – ask what you can do for your country (Jangan bertanya apa yang telah dilakukan negara bagimu tetapi tanyakan apa yang telah kamu lakukan bagi negaramu). Pernahkah kita bertanya kepada diri sendiri: Apa yang telah aku lakukan bagi Tuhan yang telah memberi keselamatan bagiku? Dalam proyek penyelamatan umat manusia Tuhan mempunyai banyak pekerjaan yang harus ditangani.

 Semua Orang Percaya Adalah Fulltimer | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Setiap orang Kristen harus hidup dalam misi Tuhan atau dalam pelayanan Tuhan. Pada dasarnya perintah Tuhan kepada Petrus agar ia memberi makan domba-domba-Nya atau menggembalakan domba-domba Tuhan, bukan hanya bagi Petrus. tetapi bagi semua orang yang menjadi ”penjaga bagi saudaranya” (Yoh. 20:21). Setiap orang yang mengikut Yesus harus mengikuti jejak-Nya, setiap orang yang percaya kepada Yesus dan hidup di dalam Dia, ia harus hidup seperti Yesus hidup (1Yoh. 1:6). Hidup seperti Yesus hidup, juga berarti hidup dalam pelayanan, yaitu bagaimana  memperhatikan kepentingan orang lain (Mat. 20:28). Jadi, menjadikan jemaat misioner adalah keharusan bagi gereja  Tuhan. Banyak orang Kristen yang tidak menyadari dan tidak mau mengerti hal ini. Bila seseorang tidak mau mengerti hal ini atau tidak menerima hal ini, maka ia adalah seorang pemberontak. Inilah pertanggungan jawab dalam hidup setiap orang Kristen. Seperti yang telah disinggung bahwa panggilan itu berkenaan dengan respon kita terhadap tanggung jawab hidup kita kepada Tuhan untuk hidup dalam misi-Nya atau dalam pelayanan, oleh sebab itu kita harus menemukan tempat di mana kita harus melayani Tuhan. Dalam 1 Korintus 12:12, dikatakan bahwa kita semua satu tubuh, tetapi memiliki anggota yang berbeda. Untuk menggenapi rencana-Nya, Tuhan menempatkan kita masing-masing pada tempat kita yang khusus. Masing-masing orang percaya pasti memiliki panggilan yang khas, khusus dan benar-benar spesifik. Apakah itu sebagai pendeta, pegawai, insinyur, dokter, akuntan, aparat keamanan, pejabat pemerintah, pengacara dan lain sebagainya. Mengapa kita tidak berani berkata bahwa diri kita adalah pelayan Tuhan yang statusnya fulltimer bagi Tuhan? Ada beberapa penyebabnya. Pertama, konsep yang salah mengenai pelayanan. Pelayanan selalu dikaitkan dengan kegiatan di lingkungan gereja. Padahal tanpa dukungan jemaat di luar gereja, gereja lumpuh tidak dapat berbuat apa-apa. Harus diingat bahwa banyak anggota tetapi satu tubuh (1Kor. 12:12). Masing-masing anggota jemaat sesungguhnya memiliki panggilan khusus. Profesi yang disandang seseorang juga adalah jabatan rohani untuk mendukung rencana penyelamatan dunia. Pemisahan pekerjaan rohani dan pekerjaan duniawi yang diukur dengan pekerjaan di lingkungan gereja dan di luar lingkungan gereja adalah pembodohan yang membuat anak-anak Allah tidak sungguh-sungguh mengembangkan diri di bidang yang digelutinya sebagai pelayanan. Kemudian terjadi pengkultusan terhadap satu sosok. Padahal semua anak Allah adalah imamat-imamat bagi Tuhan (1Ptr. 2:9). Setiap orang percaya adalah hamba atau pelayan Tuhan yang memiliki kedudukan yang sama di hadapan Tuhan. Kedua, ketidaksediaan mempersembahkan segenap hidup bagi Tuhan. Hal ini terjadi sebab seseorang berkeberatan menjadi seperti anggur yang tercurah dan roti yang terpecah. Pribadinya masih egois. Ia hanya melihat kepentingan dirinya, keluarga dan orang-orang yang dianggap sebagai sesamanya. Orang seperti merasa tidak aman kalau masuk dalam pelayanan. Ia merasa hidupnya akan terganggu kalau menumpahkan hidupnya bagi Tuhan. Ia merasa perjuangannya mencapai semua keberhasilan itu hanya pantas untuk dirinya sendiri. Kalaupun ia membagi miliknya bagi orang lain, ia pasti memberi dalam kelebihan atau kemewahannya, bukan seperti janda yang memberi segenap hidupnya, ia memberi dalam kekurangan (Luk. 21:1-4). Tidak sedikit yang memberi sebagian uangnya dengan harapan memperoleh pujian, sanjungan atau karena mau membeli manusia. Pada dasarnya mereka tidak mempersembahkan hidup bagi Tuhan, tetapi mempersembahkan hidup untuk diri sendiri. Ketiga, ketidaksediaan meninggalkan kesenangan dunia termasuk praktik dosa dalam kehidupannya setiap hari. Kalau menunggu hidup suci atau tidak melakukan praktik dosa, kemudian baru mau melayani Tuhan, maka seseorang akan hampir pasti tidak pernah melayani Tuhan selamanya. Mestinya saat ini, ketika Firman Tuhan disampaikan ini,

 Misi Dan Panggilan | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Dalam lingkungan aktivitas gereja, sering kita mendengar kata “pelayanan”. Kata ini menjadi lebih populer di kalangan gereja-gereja kharismatik dewasa ini. Tetapi sayang sekali, banyak orang yang tidak memahami dengan benar apa yang dimaksud dengan pelayanan itu. Banyak orang yang mewarisi konsep pelayanan yang belum tentu benar dari pendahulu-pendahulunya. Pada umumnya yang dimengerti sebagai melayani adalah melakukan pekerjaan gerejani, seperti berkhotbah, memimpin puji-pujian, mengajar sekolah Minggu, mengorganisir kegiatan pemuda-remaja, bermain musik dan aktivitas lain yang ada di lingkungan gereja atau yang juga sering disebut sebagai kegiatan rohani. Karena konsep tersebut, maka banyak orang belajar “teknik-teknik pelayanan” berkenaan dengan kegiatan gereja tersebut, kemudian merasa layak melayani pekerjaan Tuhan atau menjadi pelayan Tuhan. Kalau pelayanan hanya dipahami sebatas itu, maka itu tidak tepat benar. Kegiatan-kegiatan tersebut hanyalah bagian dari sebuah bangunan pelayanan besar dan luas. Sebagai akibat dari pandangan yang salah tersebut, banyak orang berpikir bahwa kegiatan yang tidak bersangkut paut dengan program kegiatan gereja bukanlah pelayanan. Sebagai akibatnya pula terdapat beberapa sikap yang salah dalam lingkungan gereja, sikap itu antara lain: hanya orang yang disahkan oleh sinode sebagai pejabat gereja yang dapat diakui sebagai pelayan Tuhan dan melayani pekerjaan-Nya. Dengan konsep ini banyak orang Kristen yang tidak mengenal identitas dan statusnya di hadapan Tuhan yang menebusnya, yaitu identitas dan statusnya sebagai “pelayan Tuhan”. Seharusnya setiap orang yang telah ditebus oleh darah Yesus harus menyadari bahwa mereka bukan lagi milik mereka sendiri (1Kor. 6:19-20), bahwa mereka telah dimerdekakan dari perbudakan dosa sebagai hamba dosa dan sekarang menjadi pelayan Tuhan. Dengan demikian jelaslah, bahwa setiap orang percaya terpanggil untuk melayani Tuhan. Sekarang kita harus mulai membongkar tembok pemisah antara imam dan awam, pendeta dan jemaat, pelayan Tuhan dan bukan pelayan Tuhan. Kalau bukan pelayan Tuhan, pelayan siapa? Kalau bukan pelayan Tuhan, tentulah pelayan Setan. Padahal Alkitab mengatakan bahwa semua orang yang telah ditebus oleh darah Tuhan Yesus, bukan milik mereka sendiri, tetapi telah menjadi milik Tuhan. Mereka harus hidup untuk kemuliaan Tuhan (1Kor. 6:19-29). Mereka yang telah menerima korban Tuhan Yesus, harus telah mati bagi dirinya sendiri, tetapi hidup bagi kepentingan Tuhan (2Kor. 5:14-15). Ini berarti setiap anak Allah adalah pelayan Tuhan, setiap orang yang telah ditebus oleh darah Yesus adalah pelayan-pelayan-Nya. Pembedaan dua kelompok di atas menciptakan dualisme. Satu sisi ada hukum dan standar moral yang diberlakukan untuk kelompok yang dikategorikan sebagai pelayan Tuhan, sisi lain ada hukum atau standar moral yang diberlakukan bagi kelompok yang tidak dianggap sebagai pelayan Tuhan. Ini diskriminasi dalam gereja yang sangat tidak Alkitabiah. Semua orang percaya memiliki hukum dan standar yang sama. Tentu seorang yang dipanggil untuk sebagai pelayan jemaat, diharapkan memiliki standar moral yang lebih tinggi sehingga dapat menjadi teladan bagi jemaat. Paulus berkata: Ikutilah teladanku (Flp. 3:17). Perbuatan dan seluruh perilaku seorang pelayan jemaat haruslah menjadi pola dengan mana jemaat membangun diri mereka. Pekerjaan Tuhan yang luas tidak dapat dikerjakan hanya oleh mereka yang telah disahkan sinode sebagai pejabatnya, tetapi setiap anggota jemaat yang tidak memiliki jabatan dari sinode atau gereja pun harus melayani Tuhan, untuk menggenapi rencana Allah yang agung di atas muka bumi. Dalam hal ini setiap individu harus melayani sesamanya secara pribadi. Kita harus dapat membedakan antara misi dan panggilan. Jika kata misi diganti  dengan kata pelayanan, maka kita harus bisa membedakan antara pelayanan dan panggilan. Setiap orang harus hidup dalam misi Bapa atau pelayanan pekerjaan Tuhan.

 Penyelenggaraan Pelayanan Yang Benar | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Hal utama yang harus kita terima dan yakini segenap hati yaitu Tuhan adalah pribadi yang memiliki pikiran, perasaan dan kehendak. Kita harus memahami bahwa Allah memiliki kehendak yang harus dilakukan setiap saat dan dalam segala hal. Selain itu, Allah juga memiliki rencana. Rencana itu bisa meliputi dua area. Pertama rencana Allah secara umum, yaitu rencana Allah sejak semula membangun Kerajaan dan keluarga Allah. Setiap anak Allah harus terlibat di dalam rencana besar Allah ini. Kedua, rencana Allah secara khusus, yaitu rencana atas setiap individu anak Allah yang sangat spesifik. Dalam hal ini setiap orang percaya menanggung rencana Allah yang khusus dan istimewa bagi dirinya sendiri. Masing-masing orang memiliki rencana khusus yang tidak sama dengan orang lain. Tidak ada orang yang memiliki rencana yang sama dari Allah.  Rencana Allah pada masing-masing individu unik. Terkait dengan kehidupan orang percaya sebagai anak-anak Bapa yang dipanggil untuk menghadirkan Kerajaan Allah dan mewujudkan kehendak-Nya dalam hidup ini, Tuhan sangat reaktif dan responsif terhadap segala sesuatu yang kita lakukan. Segala sesuatu yang kita lakukan artinya semua yang kita pikirkan, ucapkan dan lakukan. Reaksi dan respon Tuhan terhadap kehidupan umat pilihan berbeda dengan kehidupan mereka yang bukan umat pilihan. Hal ini disebabkan oleh dua faktor: Pertama, karena kita anak-anak Allah, kedua karena kita harus menghadirkan Kerajaan Allah dan mewujudkan kehendak-Nya. Di dalam kehendak-Nya, juga terdapat rencana-rencana Allah yang harus dilakukan, dalam hal ini kehidupan orang percaya. Hal ini tidaklah diatur oleh hukum-hukum yang tertulis seperti agama pada umumnya. Tetapi diatur oleh kehendak Allah melalui Roh-Nya. Memperlakukan Allah sebagai Pribadi yang hidup dan berperasaan sekilas kelihatannya sederhana, tetapi sebenarnya sangat kompleks, sebab orang percaya tidak boleh memiliki area atau wilayah sendiri. Semua wilayah adalah wilayah di mana umat pilihan Allah berurusan dengan Allah. Roma 8:28 mengindikasikan hal ini dengan sangat jelas, bahwa Allah berurusan dengan orang percaya secara pribadi dalam segala hal. Kenyataan yang tidak bisa dibantah adalah bahwa Tuhan tidak kelihatan, sering seperti tidak ada, seakan-akan Ia ada di tempat yang tidak dapat disentuh dan dijangkau. Mengapa banyak orang tidak menangkap reaksi dan respon Tuhan atas segala sesuatu yang kita lakukan? Sebabnya adalah karena tidak memiliki kepekaan menangkapnya. Hal ini disebabkan ketertarikan seseorang dengan sesuatu atau seseorang lebih besar dari ketertarikan terhadap Tuhan dan Kerajaan-Nya. Untuk bisa menangkap kehadiran Allah secara maksimal seseorang harus hanya memiliki satu dunia. Dunia itu adalah Tuhan saja atau tidak usah sama sekali. Tuhan absolut, kita tidak dapat mengabdi kepada dua tuan.   Sesungguhnya, mengakui bahwa Tuhan itu ada dan hidup serta memperlakukan Dia sebagai Pribadi yang hidup, yang berperasaan, reaktif dan responsif bukan sesuatu yang mudah. Pada kenyataannya banyak orang yang tidak memperlakukan Dia secara benar. Banyak orang menggerakkan hidupnya, dari apa yang dipikirkan, diucapkan dan dilakukan seakan-akan Tuhan tidak ada. Hal ini disebabkan seseorang tidak mengerti maksud mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya. Banyak orang-orang Kristen yang aktif bergereja, aktivis bahkan pendeta, menganggap Tuhan hanya sekadar wacana percakapan, tetapi tidak menjadi Pribadi yang hidup dan yang mencengkeram hidupnya. Tanpa disadari Tuhan sering dianggap seperti sebuah sistem yang hanya dipercakapkan, tetapi tidak dihadapi dan diperlakukan secara riil. Kalau orang beragama, sistem yang dimaksud adalah hukum-hukum-Nya. Bagi mereka yang penting sudah melakukan hukum-hukum Tuhan. Di luar melakukan hukum-hukum-Nya, maka mereka tidak berurusan dengan Tuhan lagi. Berbeda dengan orang percaya yang harus berurusan dengan Tuhan dalam segala hal. Jika tidak demikian,

 Pelayanan Kepada Tuhan | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Banyak orang Kristen yang salah memahami pengertian pelayanan kepada Tuhan. Mereka berpikir bahwa pelayanan hanyalah kegiatan dalam lingkungan gereja. Ini adalah pengertian yang salah dan benar-benar bisa menyesatkan. Sesungguhnya pelayanan kepada Tuhan adalah semua tindakan, baik yang dipikirkan, diucapkan dan dilakukan selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Dalam hal ini inti pelayanan adalah melayani perasaan Bapa dan Tuhan Yesus Kristus. Dengan demikian pelayanan bukan dimulai dari kegiatan dalam lingkungan gereja. Pelayanan tidak dimulai dari Sekolah Tinggi Teologi atau sekolah Alkitab. Pelayanan juga tidak dimulai dari kursus-kursus pelayanan, tetapi pelayanan dimulai dari sikap hati dan cara berpikir serta gaya hidup atau perilaku yang selalu sesuai dengan keinginan Allah setiap hari, sehingga sungguh-sungguh dapat memuaskan atau menyenangkan hati Bapa dan Tuhan Yesus Kristus. Itulah sebabnya seorang yang bertobat dan rindu melayani Tuhan, tidak harus ditarik ke dalam lingkungan kegiatan gereja. Tetapi ia harus terus mengembangkan cara berpikir yang sesuai dengan kebenaran Alkitab atau memiliki pikiran dan perasaan Kristus, sehingga gaya hidupnya diubah terus menerus, sampai pada level kehidupan di mana segala sesuatu yang dipikirkan, diucapkan dan dilakukan selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Di banyak gereja, kalau seseorang sudah rajin dalam kegiatan gereja, biasanya ia kemudian ditarik ke dalam kegiatan pelayanan sebagai aktivis atau pelayan jemaat. Padahal sebenarnya mereka belum siap untuk itu. Selama ini pada umumnya pelayanan dipahami sebagai kegiatan di lingkungan gereja, yaitu keterlibatan seseorang dalam kegiatan liturgi (sebagai pembicara, pemimpin puji-pujian, pemain musik, dan lain sebagainya), kegiatan diakonia (yaitu pelayanan kepada orang yang membutuhkan bantuan masalah ekonomi dan kunjungan-kunjungan kepada mereka yang sakit), pastoral (yaitu pelayanan konseling atau pembinaan pribadi bagi yang bermasalah), serta kegiatan misi (yaitu pelayanan ke tempat-tempat di mana Injil belum diberitakan). Pengertian yang salah ini memicu beberapa dampak antara lain: Pertama, seseorang tidak terpacu untuk secara serius dan terus menerus mengubah pola berpikirnya agar memiliki pikiran dan perasaan Kristus (Flp. 2:5-7). Seseorang yang tidak memiliki pikiran dan perasaan Kristus, tidak akan dapat mengenakan kodrat Ilahi. Ia tidak mungkin dapat menyenangkan hati Bapa (Mat. 7:21-23). Standar dapat menyenangkan hati Bapa adalah serupa dengan Tuhan Yesus atau memiliki gaya dan cara hidup-Nya. Jadi, sehebat apa pun gelar kesarjanaan teologi seseorang tidak ada artinya tanpa kehidupan yang terus diubah untuk dapat sepikiran dan seperasaan dengan Kristus. Kedua, seseorang gagal menemukan panggilannya yang khusus bagi kepentingan Kerajaan Allah, sebab mereka berpikir bahwa panggilan Tuhan selalu berorientasi pada kegiatan di lingkungan gereja. Padahal profesi pedagang, tenaga medis, praktisi hukum, dan lain sebagainya, di lingkungan di luar gereja pun merupakan panggilan yang sejajar dengan panggilan sebagai pejabat gereja. Dalam profesi masing-masing seseorang memerankan panggilannya untuk melayani Tuhan sebagai utusan atau misionaris-Nya (1Kor 6:19-20; 10:31). Hidup sebagai misionaris Tuhan adalah mutlak, adapun tempat masing-masing dalam menggelar misi tersebut berbeda-beda. Dalam hal ini, seharusnya setiap orang percaya adalah misionaris di tempat dan bidangnya masing-masing. Ketiga, terbangunnya strata dalam gereja. Sehingga ada orang-orang yang dikategorikan imam dan yang lain bukan (biasanya disebut awam). Ada yang dikategorikan pelayan Tuhan dan yang lain bukan. Padahal, semua orang yang telah ditebus oleh darah Yesus adalah pelayan Tuhan. Ada kelompok rohaniwan dan bukan kelompok rohaniwan. Kalau seseorang tidak menjadi rohaniwan, berarti duniawan. Duniawan sama dengan mengasihi dunia, tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Surga (1Yoh. 2:15-17) Keempat,

 Dare To Be Different | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Pertama-tama yang harus kita sadari adalah bahwa manusia adalah makhluk bebas, artinya manusia menentukan takdirnya sendiri. Keadaan manusia bukan karena suratan takdir, seakan-akan segala sesuatu yang terjadi sudah dinaskahkan seperti sebuah skrip film dan sang sutradara mengatur adegan demi adegannya. Hidup adalah pilihan. Manusia memilih untuk menentukan keadaan atau takdirnya. Menjadi siapa dan bagaimana keadaan kita tergantung keputusan dan pilihan kita hari ini. Siapa jodoh kita, apakah kita berhasil jadi orang sukses atau gagal, kaya atau miskin, sehat atau sakit kita sendiri yang memutuskan. Keadaan ke depan nanti kita yang harus merancangnya. Keadaan kita nanti bukan hanya keadaan di bumi ini, tetapi juga keadaan di balik kubur atau di kekekalan. Orang yang bisa meraih keberhasilan di dunia hari ini belum tentu masuk surga, tetapi kalau seseorang sudah gagal dalam kehidupan di dunia karena kecerobohan atau sikap tidak bertanggung jawab, bisa dipastikan juga gagal di kekekalan. Peta hidup seseorang di dunia bisa menunjukkan keadaan seseorang di kekekalan. Seperti misalnya kalau orang malas, pasti menjadi miskin dan susah. Tidak ada orang malas yang hidupnya tidak bertanggung jawab bisa masuk surga. Masalah dunia saja sudah tidak benar, bagaimana dengan masalah rohani yang lebih besar? Harus dimengerti bahwa hidup adalah pilihan. Pilihan ini harus diputuskan sejak dini. Keputusan menjadi apa dan bagaimana nanti. Ini yang disebut sebagai vision, cita-cita, mimpi atau pencapaian. Orang yang tidak memiliki visi adalah orang-orang yang mengubur dirinya sebelum mati. Banyak orang yang hanyut dengan berbagai kesibukan dan kesenangan sampai lupa memetakan hidupnya di hari esok. Dalam hal ini memang Iblis berusaha membuat banyak manusia terlena dengan berbagai kesenangan. Sehingga banyak orang berpikir bahwa yang penting bagaimana menikmati hidup dalam kesenangan hari ini. Sebenarnya di hadapan kita terbentang gunung-gunung tinggi keberhasilan yang menakjubkan, tetapi ada juga jurang-jurang mengerikan di mana kalau kita jatuh maka tidak akan dapat diangkat dari sana. Orang yang tidak memiliki visi sangat berpotensi jatuh ke jurang kegagalan dari pada mendaki gunung keberhasilan. Banyak orang tidak mengerti karena belum mengalami betapa dahsyatnya kengerian kegagalan itu. Banyak orang belum mengerti apa artinya kecelakaan sehingga menjadi cacat, maka mereka ngebut sembarangan. Belum pernah masuk penjara sehingga sembarangan bertindak, seperti yang dilakukan orang-orang yang melakukan pemerkosaan. Mereka harus mendekam di penjara belasan tahun. Gagal karir karena harus dipaksa menikah. Terkena HIV atau mengalami gagal ginjal karena narkoba dan lain sebagainya. Jangan setelah mengalami hal-hal tersebut baru menyesal. Penyesalan tidak dapat merubah keadaan yang telah terjadi. Oleh sebab itu mulai sekarang kita harus mengambil keputusan. Seorang Kristen yang tidak mengambil keputusan akan menjadi manusia yang sama dengan lingkungannya. Lingkungan dunia ini adalah lingkungan yang tidak mengenal Allah. Orang tidak dapat menjadi baik mendadak atau jahat mendadak. Tetapi dunia kita hari ini adalah dunia yang cenderung membuat manusia menjadi lebih mudah jahat. Jadi kalau tidak sungguh-sungguh berusaha membangun gambar diri yang baik, maka seorang Kristen pasti memiliki gambar diri yang buruk. Usaha untuk memiliki gambar diri yang baik harus dilakukan dengan segenap hati. Untuk itu tidak ada cara lain untuk memiliki gambar diri yang baik selain memperhatikan Firman Tuhan yang dapat membawa manusia kepada pengenalan akan Allah yang benar dan memahami bagaimana seharusnya menjadi manusia. Firman Tuhan mengatakan: Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Rm. 12:2). Perubahan itu tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Harus diusahakan.

 Harga Diri Dan Kerendahan Hati | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Harga diri artinya kesadaran akan berapa nilai yang diberikan kepada diri sendiri. Nilai dari harga diri seseorang bisa ditentukan oleh bermacam-macam ukuran, sesuai dengan filosofi hidup seseorang. Ada yang menilai diri dengan materi atau kekayaan. Ada yang menilai diri dengan pendidikan. Ada yang menilai diri dengan pangkat. Ada yang menilai diri dengan “keakuan” (aku adalah aku, aku terhormat, aku harus dihargai, aku harus dihormati). Orang-orang seperti ini akan mudah terluka kalau direndahkan oleh siapapun. Mereka biasanya menuntut untuk dihargai orang lain. Ibarat barang telah dipasang “bandrol” harga. Orang seperti tersebut di atas, menuntut orang membayar harga yang telah dipatoknya. Ia menjadi tidak merdeka. Dirinya sangat rentan terhadap stimulus. Harga diri bertalian dengan perasaan, sebab ketika nilai yang diberikan orang kepada dirinya tidak seperti yang diharapkan maka ia tersinggung atau terluka karena merasa direndahkan. Harga diri inilah yang membuat seseorang menuntut orang memperlakukan dirinya sedemikian rupa sesuai dengan keinginannya. Ia tidak dapat menjadi thermostat (alat yang mengatur suhu), sebaliknya ia menjadi thermometer (alat yang diatur oleh suhu yang ada di sekelilingnya). Inilah kenyataan kehidupan banyak orang, mereka memasang tarif harga diri dalam lingkungan keluarga, pergaulan dan pelayanan gereja. Sikap seperti ini pada prinsipnya adalah “kesombongan”. Oleh sebab tidak mau dianggap rendah, maka mereka bersikap menolak atau menentang secara “frontal” ketika mendapat perlakuan yang tidak seperti diharapkan. Bisa dimengerti kalau orang seperti ini memiliki banyak musuh. Ia bisa mudah terlukai dan mudah melukai sesama pula. Sebenarnya mereka seperti orang yang sakit jiwa, tetapi berhubung banyak orang berkeadaan seperti itu, maka dianggap sebagai kewajaran. Dalam kehidupan sering hal ini menjadi awal sebuah bencana. Banyak orang yang memanjakan perasaannya sehingga ia mengorbankan kepentingan yang besar. Hal ini terjadi sebab pribadi orang tersebut tidak matang, perasaannya masih sakit, belum sehat. Dalam hal ini kita harus mengerti bahwa penyaliban diri, bukan hanya menyangkut keinginan-keinginan yang bertentangan dengan Firman Tuhan, tetapi juga perasaan dalam menilai diri. Kita tidak boleh memanjakan perasaan demi kepuasan diri. Bila Tuhan Yesus menjadi Tuhan atas kita, maka seharusnya demi kepentingan Tuhan kita harus rela tidak memiliki harga diri. Dalam Filipi 2:5 tertulis: Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus. Nasihat ini diberikan dalam konteks hidup bersama dengan orang lain. Itulah sebabnya dalam konteks tersebut, Filipi 2:4 tertulis: Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. Dengan demikian dapat dimengerti, bahwa panggilan untuk meneladani Kristus bertalian dengan hidup bersama-sama dengan orang lain. Hal ini dimaksudkan bahwa meneladani gaya hidup Kristus bertujuan agar seseorang menjadi berkat bagi orang lain. Jadi, di mana pun kita berada, kita harus mendatangkan keuntungan bagi orang lain dalam bingkai pelayanan pekerjaan Tuhan. Kita harus sadar bahwa tatkala kita mengakui dan menerima Yesus sebagai Juruselamat, maka Tuhan telah menebus segenap hidup kita. Sejak itu, kita bukan milik kita sendiri, sebab Tuhan yang telah memiliki kita. Kita menjadi makhluk yang sangat berharga di mata Tuhan. Kita tidak membutuhkan penghargaan manusia, apalagi menuntut orang menghargai kita,

 Seorang Penggubah | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Pada dasarnya setiap orang bertanggung jawab sebagai penggubah bagi dirinya sendiri. Setiap orang akan menciptakan sejarah bagi dirinya sendiri, bukan saja sejarah dalam hidupnya selama ia ada di dunia ini, tetapi juga menciptakan sejarah hidupnya dalam kekekalan. Ibarat sebuah buku sejarah, masing-masing individu menoreh tinta di buku kehidupannya. Hal ini merupakan goresan sejarah masing-masing individu yang memiliki nilai permanen. Tinta kehidupan tersebut adalah pilihan demi pilihan, keputusan-keputusan yang diambil dan segala tindakan yang dilakukan berdasarkan pilihan dan keputusan-keputusan tersebut. Buku sejarah kehidupan masing-masing merupakan prestasi yang memiliki nilai kekal. Gemanya tidak pernah berhenti di keabadian. Ini merupakan sesuatu yang menggetarkan jiwa. Dalam hal ini kita memahami mengapa Firman Tuhan menasihati kita agar kita hidup dalam ketakutan selama menumpang di dunia ini. Ketakutan yang menciptakan sikap hati-hati. Hendaknya kita tidak berpikir bahwa ada kuasa di luar diri kita yang menggerakkan tangan untuk menulis. Tulisan itu sepenuhnya tergantung dari diri sendiri. Tuhan memberi kebebasan masing-masing individu menentukan isi buku sejarah hidupnya. Jika tidak demikian, maka tidak ada realitas ganjaran berupa penghargaan atau hukuman. Suatu hari nanti setiap kita dapat membaca buku sejarah masing-masing itu, dan isinya ditentukan masing-masing individu. Tidak ada orang yang bisa berdalih bahwa segala sesuatu itu terjadi bukan karena dirinya. Setiap orang akan memberi pertanggungjawaban tentang dirinya sendiri kepada Allah. Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat. Dalam hal ini hendaknya kita tidak berkata bahwa takdirlah yang menjadi penggubah hidup kita. Jika seseorang menuduh takdir sebagai pelakunya, maka secara tidak langsung Tuhanlah yang tertuduh sebagai biang keladi segala sesuatu, baik kemiskinan, sakit penyakit, kegagalan karir, kegagalan berumah tangga dan sampai penderitaan umat manusia di api kekal nanti. Tuhan semesta alam bukanlah Pribadi seperti itu. Konsep takdir mutlak, bahwa segala sesuatu yang terjadi telah dipersiapkan sebelumnya, merupakan konsep yang tidak mengakui bahwa manusia bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Dalam kehidupan ini Tuhan membawa dirinya dengan manusia masuk dalam suatu kancah “rule of the game”, bahwa manusia diberi pilihan bebas untuk menentukan keadaannya. Tanpa fakta ini maka tidak perlu ada penghakiman dan pertanggungjawaban setiap individu di pengadilan Allah. Di sinilah hidup menjadi bernilai dan mestinya dipahami sebagai sangat menarik, sebab manusia dimasukkan ke dalam kancah realitas kehidupan yang dahsyat. Segala sesuatu yang dilakukan masing-masing orang tercatat dan memiliki nilai kekal (Why. 20:11-12). Tindakan kita hari inilah yang dapat menyelamatkan kita dari api kekal. Hal ini jangan disimpangkan dengan pemikiran bahwa Tuhanlah yang akan menghindarkan kita nanti dari api kekal. Tuhan sudah menghindarkannya dengan kematian-Nya di kayu salib, tetapi apakah seseorang meresponi anugerah tersebut atau tidak, tergantung pilihan masing-masing individu. Kalau seseorang tidak mau menjadi penggubah dirinya dalam Firman Kristus atau Injil berarti ia membinasakan dirinya. Tuhan memberikan kemampuan kepada masing-masing individu untuk menggubah hidupnya. Dalam kisah-kisah kehidupan tokoh-tokoh dalam Alkitab seharusnya ada hal-hal yang tidak perlu terjadi dalam kehidupan mereka yang mendatangkan bencana bagi dirinya dan bagi orang lain. Sebenarnya Kain bisa menghindarkan diri sebagai pembunuh, Saul seharusnya tidak terlempar dari takhtanya, Daud seharusnya tidak membuat dirinya terusir sementara waktu dari istana dan dipermalukan di depan umum, Hizkia seharusnya tidak menjadi penyebab dirampasnya kekayaan istana dan perkakas Bait Allah,

 Dampak Orang Yang Merasa Tidak Berharga | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Akibat orang yang merasa tidak berharga di mata Tuhan berdampak parah seperti yang dapat dijelaskan di bawah ini: Pertama, ia akan cenderung hidup sembrono, tidak memedulikan Firman Tuhan dan hukum-hukum-Nya. Dengan kata lain ia “tidak menghargai dan mengindahkan Tuhan”, kalau sudah demikian ia tidak takut akan Tuhan lagi. Oleh sebab itu Tuhan Yesus berkata: Takutlah akan Dia. Kalau seorang anak tidak menghargai orang tua maka ia tidak akan mengindahkan dan tidak akan takut kepadanya. Ia tidak akan peduli dengan semua perintah dan nasihat orang tuanya. Orang seperti ini tidak memahami gambar diri yang benar, sehingga akan membangun gambar diri yang salah. Kedua, jiwanya dicekam dengan berbagai perasaan negatif seperti takut, cemas, khawatir dan lain-lain, sebab ia merasa tidak ada yang memedulikannya. Ia merasa bahwa dirinya tidak memiliki perlindungan yang meneduhkan jiwanya. Oleh sebab itu Tuhan Yesus berkata: “Jangan takut karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit”. Kalau seekor burung pipit dihargai Tuhan, lebih lagi manusia. Pernyataan Tuhan tersebut hendak menasihati orang Kristen yang dicekam perasaan negatif untuk percaya penyataan Tuhan. Ketiga, ia tidak akan menghargai orang lain, cenderung sewenang-wenang, tidak ada kasih. Tuhan berkata: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat. 22:37-39) dimulai dari dapat mengasihi diri sendiri, menghargai diri sendiri sebab ia sadar dirinya berharga, maka ia dapat menghargai orang lain. Standar untuk mengasihi orang lain adalah mengasihi diri sendiri terlebih dahulu. Pertanyaan penting dalam pembahasan ini adalah: Mengapa manusia berharga di mata Tuhan, sehingga Tuhan Yesus rela mati di kayu salib untuk menyelamatkannya? Untuk menjawab pertanyaan ini sering kita jumpai jawaban sebagai berikut: memang manusia berharga di mata Tuhan, titik. Jawaban yang lain adalah karena manusia merupakan hasil karya Tuhan yang termulia. Tidak ada makhluk yang diciptakan Tuhan semulia makhluk yang disebut manusia itu.  Jawaban yang paling benar dan tepat adalah karena Tuhan memiliki rencana atas kehidupan masing-masing individu. Manusia berharga bukan karena manusia itu sendiri, tetapi karena rencana Tuhan atas hidup manusia itulah yang membuat manusia berharga di mata Tuhan. Hal ini dibuktikan dengan hal ini, yaitu kalau seseorang tidak melakukan rencana Tuhan maka ia dibuang ke dalam api kekal. Penghargaan Tuhan Yesus kepada masing-masing individu bukan hanya sampai kepada keselamatan jiwa seseorang, tetapi juga rencana-rencana-Nya atas hidup masing-masing individu. Tuhan menghargai manusia bukan karena manusia itu sendiri, tetapi karena rancangan-Nya dalam hidup masing-masing individu. Setiap insan ada bukan karena sudah ada dengan sendirinya, tetapi kita ada karena Tuhan yang menciptakan. Kita tidak memiliki apa-apa sebelumnya, kita ada bukan karena ada dengan sendirinya.  Dalam teks bahasa Ibrani kata untuk menciptakan selain asah dan yatsar, juga bara. Kata bara artinya “menciptakan tanpa bahan”, baik ide maupun materinya. Manusia menciptakan sesuatu dari bahan-bahan yang sudah ada, tetapi Tuhan tidak hanya demikian. Ia menciptakan tanpa ada sesuatu sebelumnya (Latin. Creatio ex nihilo). Banyak orang berpikir bahwa ia berharga di hadapan Tuhan karena dirinya memang berharga. Sesungguhnya apa yang dimiliki manusia? Manusia tidak memiliki apa-apa dan tidak berhak atas apa pun. Segala sesuatu dari Dia oleh Dia dan bagi Dia (Rm. 11:36). Dalam hal ini kita dapat mengerti mengapa pemberontakan kepada Tuhan bisa membawa manusia kepada kebinasaan kekal. Pemberontakan artinya tidak mengakui Tuhan sebagai Sang Pencipta dan Sang Majikan. Ini adalah kesombongan yang luar biasa. Di dunia ini orang yang dipandang tidak bermartabat adalah orang yang tidak tahu budi, apalagi kalau orang tidak tahu budi baik Tuhan. Kesadaran terhadap kebaikan Tuhan membuat seseorang bisa rendah hati di hadapan-Nya dengan benar.

 Keberhargaan Diri | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Salah satu penyesatan yang dilakukan Iblis kepada manusia adalah tidak menghargai diri sendiri atau menghargai diri sendiri secara salah. Tidak menghargai diri sendiri sama dengan tidak mengasihi diri sendiri. Karena tidak mengerti nilai dirinya yang tinggi maka ia tidak menghargainya. Sama seperti kalau seseorang tidak mengerti nilai suatu benda maka ia menelantarkan atau menyia-nyiakan benda itu. Dengan cara bagaimana seseorang tidak menghargai dirinya? Ketika seseorang membiarkan dirinya dikuasai oleh “roh” yang bertentangan dengan Roh Allah, maka berarti ia membuang dirinya ke dalam api kekal. Kebodohan orang-orang seperti ini juga ditunjukkan dengan menghargai dirinya secara salah. Menghargai diri secara salah yaitu memenuhi segala kebutuhan jasmani dan ambisi pribadi tetapi tidak berusaha melakukan kehendak Tuhan atau memuaskan hati Tuhan. Ketika seseorang memuaskan dirinya sendiri, maka berarti ia mengasihi dirinya secara salah. Tetapi ketika seseorang berusaha memuaskan hati Tuhan, maka berarti ia menghargai dirinya dengan benar. Mengapa demikian? Sebab manusia memang tercipta hanya untuk Tuhan (Rm. 11:36) Banyak orang tidak menyadari bahwa dirinya sebenarnya sangat berharga. Nilainya tidak dapat diukur dengan uang atau sesuatu yang lain. Keberhargaan diri manusia dibuktikan dengan kerelaan Allah menjadi manusia untuk menyelamatkannya. Diri-Nya sendiri sebagai tebusan untuk merebut manusia dari tangan kuasa kegelapan. Mengapa manusia tidak menghargai dirinya? Pertama, ia tidak menyadari dan tidak menghayati bahwa manusia diciptakan menurut rupa dan gambar Allah (Kej. 1:26-27). Manusia diciptakan lebih mulia dari segala apa yang Allah ciptakan, ia adalah citra dari segala ciptaan Allah. Hal ini nyata dari keberadaan manusia. Manusia memiliki elemen-elemen yang tidak dimiliki oleh makhluk lain secara lengkap dan sempurna. Kedua, ia tidak menyadari dan tidak menghayati bahwa manusia memiliki unsur kekekalan yang bersumber dari Allah (Kej. 2:7). Ketika manusia diciptakan, kepadanya Tuhan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya (nephesy). Itulah unsur kekekalan dalam diri manusia. Unsur inilah yang dapat membawa manusia kepada realitas kekekalan (masuk neraka kekal atau masuk surga kekal). Itulah sebabnya mengapa Tuhan Yesus berkata: “Apa gunanya orang beroleh segenap dunia kalau jiwanya binasa?”, dalam teks aslinya ditulis psuken autou Zemiothe (lose his own soul) (Luk. 9:25; Mat. 16:26; Mrk. 8:36). Mahalnya manusia sebab manusia adalah makhluk kekal. Ketiga, ia tidak menyadari dan tidak menghayati bahwa Allah mempunyai rencana kekal atas manusia (Kej. 2:15). Pola rencana kekal itu sudah nampak di dalam kisah Kejadian ini, manusia diciptakan untuk bersekutu, melayani dan mengabdi kepada Tuhan. Manusia hendak dijadikan kawan sekerja Allah kekal. Sangat besar kemungkinan bahwa manusialah yang dirancang untuk mengalahkan Iblis (Kej. 1:28). Manusia harus mengelola bumi dan menaklukkannya, berarti manusia juga harus menyingkirkan semua yang menggganggu pengelolaan alam semesta ini, di dalamnya termasuk para malaikat yang jatuh yang dibuang ke bumi. Inilah tujuan hidup satu-satunya yang manusia miliki. Karena dosa, manusia tidak lagi hidup bersekutu, melayani dan mengabdi kepada Tuhan, tetapi manusia hidup dalam persekutuan dengan dunia dan Iblis. Manusia memberontak kepada Allah sehingga manusia melayani diri sendiri dan mengabdi kepada dosa.  Manusia menjadi budak dosa. Manusia telah kehilangan maksud dan tujuan dirinya diciptakan. Apakah kalau sudah demikian (keadaan manusia yang berdosa) manusia tidak lagi berharga di mata Tuhan? Jawabnya tidak, manusia masih berharga di mata Tuhan. Tuhan rela menebus manusia dengan diri-Nya. Jadi kalau kita mau menghargai diri sendiri dengan benar, hendaknya kita berusaha menemukan apa yang Tuhan rencanakan dalam hidup kita. Apa yang Tuhan kehendaki harus kita lakukan demi mewujudkan rencana-Nya di mana kita diperkenan untuk terlibat.

 Menjadi Manusia Unggul | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Aspek lain untuk membangun gambar diri yang sesuai dengan kehendak dan rancangan Allah adalah seseorang memiliki pikiran atau mental yang sehat, yang dibangun melalui pendidikan yang baik, baik formal (pendidikan umum, akademis) maupun informal, yaitu lingkungan dan keluarga. Pikiran yang tidak sehat tidak membuat seseorang mampu mengerti pikiran Tuhan atau kebenaran Firman Tuhan. Tuhan adalah Pribadi yang cerdas, hasil karya dan kebenaran-Nya juga lahir dari kecerdasan-Nya. Oleh sebab itu untuk memahami kecerdasan Tuhan, seseorang harus mengimbangi Tuhan dengan memiliki kecerdasan semaksimal mungkin. Hanya orang yang mengasihi Tuhan dengan segenap akal budi yang dapat mengerti kebenaran-kebenaran-Nya. Untuk menggali kebenaran Firman Tuhan dibutuhkan perangkat-perangkat, antara lain: logika yang diasah dengan baik, kemampuan memahami bahasa, lebih lengkap lagi kalau mampu memahami bahasa asli Alkitab (bahasa Ibrani dan Yunani). Logika, yaitu kemampuan berpikir atau pemahaman tentang penalaran yang berdasarkan logika deduktif maupun induktif, sangat efektif menangkap kebenaran Firman. Lebih lengkap lagi kalau seseorang dilengkapi sistematika berpikir yang membantu seseorang menemukan kesimpulan-kesimpulan dari kebenaran Alkitab secara induktif dan fakta-fakta empirisnya. Seseorang yang menggunakan logika dengan baik terhindar dari manipulasi-manipulasi dalam emosinya yang dapat menciptakan pemalsuan-pemalsuan. Kenyataan inilah yang banyak terdapat dalam kegiatan keagamaan. Kalau di kalangan orang Kristen lebih banyak pada gereja aliran Pentakosta, Kharismatik dan sejenisnya. Dalam hal ini dibutuhkan pendidikan yang baik yang membiasakan seseorang memiliki nalar yang baik untuk menganalisa Alkitab. Tentu dalam hal ini nalar bukan segalanya, tetapi satu bagian yang sangat penting. Faktanya dalam kehidupan ini, negara atau bangsa yang tidak menggunakan logikanya atau rasionya dengan baik, selain miskin karena tidak menjadi negara yang maju, tetapi juga negara yang penuh konflik, kejahatan moral dalam gelanggang politik, diskiriminasi, ketidakadilan dan kebejatan moral lainnya. Hal ini sangat diperankan atau dipengaruhi oleh filosofi hidupnya, dan filosofi hidup sangat ditentukan oleh kepercayaan atau agama yang dianutnya. Keadaan suatu masyarakat dapat menjadi tolok ukur kebenaran kepercayaannya. Di lapangan sering kita jumpai orang-orang yang kualitas hidupnya secara umum saja sudah rendah, tetapi mereka dengan alasan dipimpin Roh Kudus atau menerima karunia Roh Kudus mengajar dan membimbing orang lain yang kualitas umumnya bisa lebih baik. Di sini terjadi proses pembodohan. Mengapa hal ini terjadi? Sebab banyak orang berpikir bahwa kebaikan secara umum yang dimilikinya dalam kehidupan ini di mana tidak berkaitan dengan kegiatan gereja atau agama dianggap sebagai tidak bermutu. Padahal kebaikan secara umum juga bagian dari proses penyempurnaan untuk menjadi manusia unggul menurut Tuhan. Kalau secara umum seseorang sudah tidak baik atau tidak berkualitas, maka seseorang tidak akan mencapai keunggulan di hadapan Tuhan, yaitu memiliki gambar diri yang ideal menurut kehendak dan rancangan Allah. Kehancuran kehidupan umat Tuhan dewasa ini disebabkan oleh karena umat dimentori oleh orang-orang yang sebenarnya belum memiliki kebaikan secara umum yang memadai. Mereka adalah orang-orang yang gagal dalam “market place”, kemudian melarikan diri dalam pelayanan gereja untuk memiliki kemudahan-kemudahan hidup. Biasanya orang-orang seperti ini menjadi “dukun-dukun dalam gereja”. Mereka tidak mengajarkan kebenaran kepada umat, tetapi “menjual jasa”. Hal ini mirip dengan praktik perdukunan dalam masyarakat. Banyak orang-orang berpendidikan tinggi yang memiliki kualitas yang baik datang kepada dukun-dukun yang pendidikan SMP-nya saja tidak lulus. Kelebihan para dukun yaitu dianggap memiliki kesaktian dan memiliki kedekatan dengan “sumber kuasa” yang dapat memberi solusi bagi masyarakat.

 Kebaikan Umum Terlebih Dahulu | File Type: audio/mpeg | Duration: Unknown

Kebaikan secara umum adalah kebaikan yang telah dimiliki orang kaya yang mengingini hidup kekal dalam Matius 19:16-26. Orang yang datang kepada Tuhan Yesus dan menginginkan hidup kekal ini adalah seorang yang telah melakukan hukum Taurat sejak masa mudanya. Orang seperti ini hidupnya berkualitas tinggi secara umum. Ia sudah memiliki hidup yang berkualitas tinggi dalam ukuran manusia. Tentu saja ia termasuk orang saleh di mata manusia. Tetapi ia merasa masih kurang, itulah sebabnya ia bertanya kepada Tuhan Yesus, apalagi yang kurang untuk memiliki hidup yang kekal lebih dari apa yang telah dicapainya? Ternyata yang kurang adalah memiliki hidup yang kekal atau hidup yang berkualitas menurut Tuhan. Untuk itu ia harus menjual segala miliknya, membagikan kepada orang miskin dan datang kepada Tuhan Yesus untuk mengikut Tuhan. Mengikut Tuhan Yesus berarti mengikuti jejak hidup Tuhan Yesus. Selama ini ia telah memiliki jejak hidup sebagai orang beragama yang saleh. Ia telah memiliki gambar yang baik di mata manusia. Tetapi ia merasa belum puas. Ia merasa masih ada gambar diri yang lebih baik dari yang telah dicapainya. Kemudian Tuhan Yesus mengemukakan bagaimana memiliki hidup kekal atau hidup yang berkualitas tinggi, lebih dari yang dapat dicapai orang-orang beragama pada umumnya. Dalam hal ini jelas sekali bahwa Tuhan menghendaki agar orang percaya bukan saja menjadi baik, tetapi sempurna (Mat. 5:48). Inilah manusia unggul menurut Tuhan yang sama dengan gambar diri yang ideal yang dikehendaki dan dirancang Allah. Memang langkah awal proses penyempurnaan untuk memiliki gambar diri yang ideal dimulai dari menjadi manusia yang baik secara umum terlebih dahulu, setelah itu barulah dapat menjadi manusia unggul dengan gambar diri yang ideal.  Kebaikan secara umum ini antara lain: memiliki kejujuran, kesantunan dan beretika, sehat jasmani, cerdas berpikir, tidak ceroboh dalam mengambil keputusan, rajin dan giat bekerja, hemat, bertanggung jawab dalam tugas, sopan dalam tutur kata, bisa mengatur keuangan pribadinya, produktif dan berguna di tempat kerja, memiliki prestasi dalam studi, karir maupun dalam bidang lainnya, bersosialisasi dengan baik, tidak membuat onar tetapi membawa kesejahteraan dan ketentraman, memiliki toleransi yang tinggi terhadap orang lain dan berbagai aspek,  menggunakan lidahnya dengan baik, menguasai diri dan mampu mengontrol perasaan dengan seksama, tidak mengingini milik orang lain dan lain sebagainya. Orang-orang yang memiliki kebaikan secara umum ini biasanya tidak atau kurang memiliki kesulitan dalam hidup berumah tangga, ekonomi dan kesehatan jasmaninya. Jadi kalau seseorang terus menerus mengalami problem rumah tangga, kesulitan ekonomi dan kesehatan, maka ia patut memeriksa diri dengan seksama. Mengapa harus memiliki kebaikan secara umum terlebih dahulu? Sebab manusia harus menjadi manusia yang cukup memadai, yaitu baik dalam berbagai aspek hidupnya atau manusia yang sehat dalam seluruh aspek hidupnya, barulah kemudian dapat dibangun menjadi manusia yang ideal dalam gambar dirinya. Manusia yang utuh maksudnya adalah manusia yang pikirannya atau mentalnya sehat, jasmaninya sehat dan lingkungan juga mendukung. Lingkungan yang mendukung bukan berarti harus keadaan yang berlimpah materi, tanpa masalah dan menyenangkan. Tetapi kondisi yang kondusif menurut Tuhan untuk pemulihan gambar diri. Kondisi yang kondusif artinya bukan seorang yang kecanduan alkohol, narkoba, tidak hidup dalam perzinaan apalagi pelacuran, memiliki norma kesantunan yang baik atau memadai dan lain sebagainya.  Dalam pertimbangan Tuhan, ternyata juga ada kondisi-kondisi tertentu yang efektif dapat mengubah dan membentuk seseorang menjadi pribadi seperti yang dikehendaki-Nya. Tuhan mengijinkan seseorang dalam keadaan yang sulit dalam berbagai aspek, di mana hal itu terjadi tidak selalu karena kesalahan atau kejahatannya. Tuhan sering mengijinkan orang percaya dalam situasi tertentu demi terbangunnya gambar diri yang s...

Comments

Login or signup comment.