Ketaatan Tanpa Pamrih




Truth Daily Enlightenment show

Summary: Dalam ketaatan yang dilakukan Tuhan Yesus, nampaklah ketaatan yang sangat tinggi mutunya, sebab dilakukan tanpa pamrih. Tanpa pamrih di sini maksudnya melakukan sesuatu tanpa niat tersembunyi maupun terang-terangan untuk memperoleh imbalan balik, baik berupa barang maupun sekadar ucapan terima kasih. Bagi pelayan Tuhan yang mempunyai ketaatan tanpa pamrih, menaati Firman Tuhan dan memenuhi rencana-Nya adalah kesukaan.  Ketaatan tanpa pamrih tersebut telah ditunjukkan oleh Tuhan Yesus Kristus (Flp. 2:5-7). Ketaatan orang percaya adalah ketaatan yang tidak berasal dari sikap oportunis, konformisme dan hipokrisi. Oportunis berarti ketaatan yang berlatar belakang motif keuntungan. Ketaatan yang dilakukan agar hidupnya diberkati Tuhan, dilindungi dari malapetaka. Ketaatan seperti ini adalah ketaatan yang nilainya sangat rendah. Ia tidak menempatkan diri sebagai hamba di hadapan Majikan Agung, tetapi sebagai “pedagang” yang hendak mengeruk keuntungan bagi kesenangan pribadi.<br> Konformisme adalah ketaatan yang tidak teguh, tidak tangguh, atau tidak kuat. Sebab di dalam ketaatan yang konformisme, masih terbuka peluang untuk menyesuaikan diri dengan keadaan. Hal ini menciptakan etika situasi yang sangat kasuistik. Konformisme akan melahirkan orang-orang yang tidak memiliki integritas sebagai anak-anak Allah yang dengan militan melakukan kehendak-Nya. Bukan sebuah ketaatan mutlak. Dalam ketaatan yang bersifat konformisme terdapat unsur permisif.  Kalau merasa tidak sanggup atau kurang mampu, maka mereka masih membuka peluang kompromi dengan ukuran yang lebih rendah.<br> Hipokrisi adalah ketaatan legalistik, artinya menaati hukum Tuhan hanya berdasarkan bunyinya. Melakukan hanya berdasarkan bunyinya. Menaati secara hurufiah dan mengabaikan inti dari hukum atau peraturan tersebut. Sudah barang tentu ketaatan seperti ini adalah ketaatan yang hanya membenahi atau membereskan bagian “luar”nya saja, tetapi tidak memperhatikan apa yang ada di dalam. Ketaatan yang Tuhan kehendaki adalah ketaatan yang dari dalam, artinya seseorang dapat melakukan kehendak Tuhan, bukan karena faktor tekanan dari luar (baik dalam bentuk berkat positif maupun ancaman yang menakutkan), tetapi dari hati yang mengasihi Tuhan.<br> Selanjutnya ketaatan seseorang kepada Tuhan harus didasarkan pada kenyataan bahwa Tuhan memberi hukum-Nya untuk kebaikan. Perintah Tuhan bukan untuk menyakiti, tetapi untuk menyembuhkan jiwa orang yang rusak, yaitu karakter dan watak atau kepribadian yang sudah rusak. Perintah diberikan untuk membentuk manusia yang berkualitas.  Perintah adalah cermin dari kehendak Tuhan yang kudus dan agung (Mzm. 119:98, 176), agar manusia dapat hidup sebagai manusia dengan segala keagungannya. Dengan pengertian ini maka akan menggiring seseorang menaati Tuhan dengan rela, sebab ketaatan tersebut akhirnya juga untuk kebaikan manusia itu sendiri. Ketaatan kepada Tuhan harus didasarkan pada realita Tuhan memberi hukum-Nya untuk kebaikan, menertibkan kehidupan agar hubungan dengan Tuhan menjadi harmonis dan dengan sesama menjadi harmonis pula. Ini adalah persiapan untuk masuk Kerajaan-Nya. Ketaatan bukan hanya untuk meraih berkat hari ini, tetapi meraih berkat kekal di dalam Kerajaan-Nya nanti. Bukan untuk investasi dengan Tuhan hari ini, tetapi persiapan hari esok.  Dalam hal ini, Firman Tuhan berfungsi sebagai pelita kehidupan (Mzm.119:105, 19:9). Dengan pengertian ini maka seseorang akan rela melakukan Firman Tuhan dengan sukacita, seperti Pemazmur menyaksikan bahwa Firman Tuhan adalah kesukaannya (Mzm. 1).<br> Kalau manusia mengakui Allah adalah Penguasanya dan Tuannya yang dijunjung tinggi dengan segala kehormatan, maka ia dengan rela dan sukacita melakukan segala kehendak-Nya.  Seperti seorang punggawa yang berusaha untuk melakukan kehendak tuannya. Baginya, melakukan kehendak tuannya adalah kebahagiaan. Demikian juga sebagai umat Tuhan,  melakukan kehendak Tuhan adalah sebuah kebahagiaan. Dengan demikian melakukan kehendak Tuhan tidak lagi m...